Beranda » BLOG » Infertilitas » Infertilitas Pria » Andropause: Benarkah Pria pun Mengalami “Menopause”?
Andropause: Benarkah Pria pun Mengalami “Menopause”?
Efek perubahan hormon terkait penuaan pada pria berbeda dengan wanita.
Di usia akhir 50-an atau awal 60-an, sebagian pria mungkin mulai bertanya-tanya, “Mengapa perutku sekarang bergelambir? Mengapa otot dada yang dulunya kencang sekarang tampak melorot? Mengapa seks kini tampak kurang menarik? Kapan semua ini mulai terjadi?”.
Tak bisa dipungkiri, pertanyaan-pertanyaan ini akan memicu pria untuk berpikir, “Apakah saya mengalami “menopause” pria?
Menopause adalah istilah bagi para wanita, yang secara harfiah berarti “akhir siklus bulanan atau menstruasi”. Kata ini berasal dari bahasa Yunani “pausis”, yang berarti berhenti dan “mēn” yang berarti bulan. Pada pria, kondisi serupa menopause ini disebut dengan andropause.
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani “andras”, yang berarti pria, dan “pausis”, yang berarti berhenti. Jadi, secara harfiah andropause adalah kondisi di mana seorang pria “berhenti’ menjadi laki-laki. Kondisi ini terkait dengan berkurangnya kepuasan seksual atau turunnya kebugaran tubuh secara umum, yang disertai dengan rendahnya kadar hormon seks pria, yakni hormon testosteron.
Tanya Ferly tentang Promil?
Beda andropause dengan menopause
Seperti wanita, pria akan mengalami penurunan kadar hormon seks seiring bertambahnya usia. Namun pada pria, laju penurunan ini sangat berebda. Pada wanita, kadar hormon estrogen yang merupakan hormon seks utama, tetap tinggi selama beberapa dekade. Baru di sekitar usia 50-an, kadarnya terjun bebas dalam waktu sekitar lima tahun. Kadar estrogen yang rendah ini menyebabkan perubahan fisik dan psikologis yang kentara, termasuk berhentinya siklus menstruasi. Dengan demikian, wanita yang memasuki masa menopause, akan dengan mudah mengenali tanda-tandanya.
Sebaliknya, pada pria, perubahannya tidak drastis, sangat bertahap. Tanda-tanda andropause sifatnya “diam-diam” dan perkembangannya lambat. Penurunan kadar hormon seks utama pria, yakni testosteron, dimulai pada usia 30 tahun. Alih-alih turun drastis dalam beberapa tahun, kadar testosteron turun perlahan, sekitar 1 persen per tahun sepanjang sisa hidup pria. Perubahan ini sangat “sedikit” sehingga efeknya tidak terlalu dirasakan oleh para pria. Oleh sebab itulah muncul banyak istilah yang merujuk kepada proses andropause, seperti androclise, androgen decline in ageing male (ADAM), sindrom defisiensi testosteron, sindrom pria yang menua, dan hipogonadisme onset lambat (LOH).
Penurunan kadar testosteron ini berdampak pada kapasitas seksual, kekuatan, dan kemampuan lain pria. Selain itu, perbedaan utama dengan wanita, yakni pria tidak kehilangan kesuburannya dengan andropause, hanya berkurang. Pria dapat tetap subur dan memiliki keturunan secara alami di atas usia 50- dan 60-an.
Andropause yang sebenar-benarnya hanya terjadi pada pria yang telah kehilangan fungsi testis, misalnya akibat penyakit atau cedera fisik, atau pada pria dengan kanker prostat stadium lanjut yang perlu menjalani kastrasi medis (dikebiri).
Lantas, apakah penurunan kadar testosteron ini menimbulkan gejala yang nyata pada pria?
Gejala dan diagnosis andropause
Gejala andropause tentu ada, namun biasanya tidak kentara sehingga pria cenderung abai. Gejalanya pun bisa menyerupai gejala saat pria sedang stres atau karena sebab lain.
Saat ini, diagnosis andropause berdasarkan gejala dan tanda yang mengarah pada defisiensi (kekurangan) testosteron. Gejala yang paling terkait dengan andropause adalah gairah seksual (libido) yang rendah. Gejala lain yang bisa muncul, di antaranya:
- Berkurangnya ereksi sponta di pagi hari hingga disfungsi ereksi.
- Berkurangnya kekuatan dan massa otot.
- Muncul timbunan lemak di perut dan dada (ginekomastia).
- Menurunnya kepadatan tulang dan osteoporosis.
- Perubahan emosi dan psikologis, suasana hati yang cenderung depresif.
- Kurang berenergi.
- Gangguan tidur atau cepat lelah.
- Konsentrasi/fokus berkurang dan cepat lupa.
Gejala-gejala tersebut tidak ada yang spesifik untuk kondisi kadar androgen yang rendah, namun meningkatkan kecurigaan terhadap adanya defisiensi testosteron. Oleh sebab itu, kemunculan gejala ini harus dikonfirmasi dengan adanya kadar serum testosteron yang rendah.
Hasil dari European Male Aging Study (EMAS) menunjukkan bahwa kemunculan tiga gejala seksual (menurunnya libido, ereksi pagi, dan disfungsi ereksi) bersama dengan kadar testosteron total kurang dari 11 nmol/L dan kadar testosteron bebas kurang dari 220 pmol/L, dapat dianggap sebagai kriteria minimum untuk mendiagnosis andropause pada pria lanjut usia.
Para ahli menyarankan bahwa pemeriksaan kadar testosteron pada pria lanjut usia ini dilakukan hanya bila ada gejala. Bila hasil tes awal menujukkan kadar testosteron yang rendah, tes harus diulang untuk mengonfirmasi hasilnya. Bila kadar testosteron terkonfirmasi rendah, selanjutnya dilakukan tes untuk menilai hormon-hormon kelenjar pituitari agar bisa ditentukan penyebab dan menyingkirkan kemungkinan gangguan hormon lainnya.
Kelenjar pituitari adalah kelenjar yang terletak di dasar otak. Ini merupakan bagian penting dari sistem hormon karena mengandung semua kelenjar yang memproduksi dan mengatur berbagai macam hormon di dalam tubuh.
Perlu diketahui bahwa intensitas gejala yang terkait dengan rendahnya kadar testosteron sangat bervariasi dan tidak semua pria akan mengalami gejala yang sama. Selain itu, tanda dan gejala yang berhubungan dengan kadar testosteron rendah tidaklah spesifik. Gejala-gejala ini juga bisa muncul akibat penggunaan obat atau kondisi tertentu, seperti:
- Obesitas
- Depresi
- Hipotiroidisme
- Alkoholisme
- Penggunaan obat, seperti kortikosteroid, cimetidine, spironolactone, digoxin, analgesik opioid, antidepresan, dan antijamur.
Hal-hal di atas harus disingkirkan terlebih dulu sebelum membuat diagnosis andropause. Demikian pula, bila ada penyakit akut yang bisa menurunkan kadar testosteron untuk sementara waktu.
Perlukah diobati?
Rekomendasi terapi hormon testosteron pada pria lanjut usia dengan kadar testosteron yang rendah bervariasi. Di tahun 2020, the American College of Physicians merekomendasikan agar dokter mempertimbangkan untuk memulai terapi hormon testosteron pada pria dengan disfungsi seksual yang ingin memperbaiki fungsi seksualnya. Tentunya, setelah menjelaskan risiko dan manfaatnya. Di tahun 2018, the Endocrine Society menyarankan bahwa terapi ini bisa diberikan pada pria lanjut usia dengan kadar testosteron rendah yang memiliki gejala-gejala terkait. Namun, ada pula pakar yang mengizinkan pemberian terapi hormon pada pria yang tidak menunjukkan gejala tertentu.
Bagi sebagian pria, terapi hormon ini dapat mengurangi gejala-gejala yang mengganggu akibat kekurangan testosteron. Bagi sebagian lainnya, manfaatnya tidak jelas dan ada risiko dari terapi.
Meski masih memerlukan studi lebih lanjut, terapi hormon testosteron dapat memicu pertumbuhan kanker prostat dan payudara yang bersifat metastatik (menyebar). Terapi hormon ini juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, serta berkontribusi terhadap terbentuknya bekuan darah di pembuluh balik (vena).
Atas dasar inilah, dokter tidak akan merekomendasikan terapi testosteron bila pria memiliki riwayat kanker prostat atau payudara, henti nafas saat tidur yang berat dan belum diobati, gagal jantung yang tidak terkontrol atau trombofilia (darah cepat membeku), atau bila baru saja mengalami serangan jantung atau stroke.
Lantas, adakah cara alami untuk memperlambat andropause?
Di luar terapi hormon, ada cara lain untuk memicu produksi testosteron pada pria, sehingga andropause bisa diperlambat. Beberapa tipsnya, antara lain:
- Mempertahankan pola makan bergizi seimbang, kaya protein, mineral dan serat. Hindari makan berlebihan.
- Jalani latihan fisik berintensitas tinggi sesuai dengan kemampuan, untuk menghilangkan stres dan meningkatkan massa otot.
- Pastikan cukup istirahat, yakni tidur minimal 7-9 jam per hari.
- Menjaga aktivitas seksual agar terhindar dari gangguan ereksi.
- Kurangi atau hindari konsumsi kafein, tembakau (rokok), dan alkohol.
- Komunikasikan perasaan Anda terkait perubahan yang dirasakan dengan pasangan atau teman dekat.
Studi menemukan bahwa pria yang berhasil mempertahankan kadar testosteron tetap tinggi di atas usia 50 tahun, memiliki kebugaran dan ketahanan fisik yang lebih baik, suasana hati yang lebih baik, serta daya tanggap yang lebih baik pula.
Penutup
Bila Anda merasa mengalami andropause jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter tentang gejala yang dialami, pemeriksaannya, dan kemungkinan pilihan pengobatannya. Dokter akan membantu memberikan pertimbangan soal pro dan kontra pengobatan sesuai dengan kondisi Anda.
Jadwalkan Konsultasi
Jika Anda belum hamil setelah satu tahun usia pernikahan, kami menyarankan Anda untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.
Buat janji konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau chat melalui Whatsapp melalui tombol di bawah.
Artikel Terkait:
- Sering Konsumsi Telur, Ayah pun Subur
- Bisakah Pasangan yang Mengalami Unexplained…
- Benarkah Minum Soda Memengaruhi Kesuburan pada Pria?
- Antioksidan, Benarkah Meningkatkan Kesuburan Pria?
- Mitos dan Fakta Varikokel: Benarkah Sebuah Ancaman…
- Benarkah Olahraga Bisa Sembuhkan Varikokel Parah?
- Apa Itu Infertilitas? Pahami Penyebab Infertilitas…
- 7 Cara Ampuh Meningkatkan Kesuburan Pada Pria Secara Alami