Benar adanya bahwa kesuburan wanita menurun seiring bertambahnya usia. Hal ini terkait langsung dengan jumlah sel telur yang tersisa di ovarium dan juga kualitasnya. Tidak semua sel telur mampu dibuahi atau menghasilkan embrio yang layak untuk hidup. Secara umum, kesuburan wanita mulai menurun sejak akhir usia 20-an atau awal usia 30-an. Setelah usia 35 tahun, kesuburan wanita cenderung menurun lebih cepat karena cadangan sel telur semakin menipis.
Pembekuan sel telur telah berkembang sejak lebih dari 30 tahun silam. Keberhasilannya bergantung pada berbagai faktor, seperti usia wanita saat sel telur dibekukan, indikasi, jumlah sel telur yang dibekukan, dan metode pembekuannya. Namun, dari semua faktor ini, usia saat pembekuan adalah yang paling krusial. Prinsip “semakin muda semakin baik” ada benarnya, tetapi belum tentu efisien.
Studi oleh Doyle dkk. menunjukkan bahwa angka kelahiran hidup dari sel telur beku menurun seiring dengan meningkatnya usia (7,4 persen untuk usia <30 tahun, 7 persen untuk usia 30–34 tahun, 6,5 persen untuk usia 35–37 tahun, dan 5,2 persen untuk usia ≥38 tahun). Walaupun pembekuan sel telur di usia yang lebih muda dapat memaksimalkan jumlah dan kualitas sel telur, wanita cenderung tidak memanfaatkannya di masa mendatang. Ini karena mayoritas wanita muda akan hamil secara alami atau merencanakan cara lain untuk memiliki anak.
Di sisi lain, pembekuan sel telur pada usia lanjut, yakni di atas 40 tahun, jarang berhasil. Pembekuan pada usia lanjut membutuhkan lebih banyak siklus pengambilan sel telur—oleh karena jumlah dan kualitas sel telur sudah jauh berkurang—sehingga meningkatkan beban fisik, mental, dan finansial individu. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara manfaat yang diharapkan dan efektivitas biaya dalam menentukan usia ideal untuk melakukan pembekuan sel telur.
Nagy dkk. meneliti para wanita yang menjalani pembekuan sel telur elektif dan menemukan bahwa angka kelahiran hidup pada usia <35 tahun lebih besar secara bermakna dibandingkan pada usia 35 tahun (23,8 persen versus 12 persen). Lebih detil lagi, sebuah studi berbasis model di tahun 2015 menyimpulkan bahwa:
- Pembekuan sel telur kurang bermanfaat pada usia 25-30 tahun, dengan manfaat maksimal di usia 32-37 tahun.
- Pembekuan sel telur memberi manfaat terbesar (angka kelahiran hidup)—dibandingkan dengan tanpa tindakan—ketika dilakukan saat usia wanita 37 tahun (51,6 persen versus 21,9 persen).
- Peluang tertinggi kelahiran hidup (di atas 74 persen) didapat ketika pembekuan sel telur dilakukan pada usia <34 tahun .
- Dari segi biaya, pembekuan sel telur paling efisien bila dilakukan pada usia 37 tahun.
Dari hasil studi ini, para pakar menyimpulkan bahwa membekukan sel telur pada usia yang sangat muda (<30 tahun) tidak efisien (hemat biaya) karena kecil kemungkinan sel telur tersebut akan digunakan. Dengan alasan yang sama, menjalani prosedur ini di usia tua (>40 tahun) juga tidak efisien karena peluang keberhasilan kehamilan yang dihasilkan dari sel telur yang diambil sangat rendah.
Oleh sebab itu, usia awal hingga pertengahan 30-an menjadi kelompok usia yang tepat untuk melakukan pembekuan sel telur elektif. Spesifiknya, antara usia 32 hingga 38 tahun menurut studi oleh Polyakov dkk. di tahun 2023. Usia yang lebih muda mungkin direkomendasikan pada individu dengan cadangan ovarium yang berkurang atau berisiko mengalami insufisiensi ovarium prematur (POI).