Plasenta akreta, atau disebut juga spektrum plasenta akreta (placenta accreta spectrum/PAS), adalah komplikasi kehamilan yang terjadi ketika plasenta menempel terlalu ke dalam dinding rahim.
Biasanya, plasenta akan lepas dengan sendirinya dari dinding rahim setelah bayi lahir. Pada plasenta akreta, sebagian atau semua plasenta tetap menempel.
Kondisi ini dapat memicu pendarahan selama trimester ketiga dan kehilangan darah yang berat saat melahirkan, serta berhubungan dengan meningkatnya angka kecacatan dan kematian ibu.
Tanya Mincah tentang Promil?
Plasenta akreta lebih banyak ditemukan pada wanita dengan riwayat operasi caesar. Selaras dengan hal ini, insiden nya meningkat dari 1:30.000 kehamilan di tahun 1960-an menjadi 1:533 kehamilan di tahun 2000-an.
Insidens plasenta akreta akan terus meningkat di seluruh dunia oleh karena meningkatnya angka persalinan melalui operasi caesar.
Daftar Isi
Spektrum Plasenta Akreta
Di kehamilan normal, plasenta “menancap” pada endometrium yang mengalami desidualisasi. Ini merupakan perubahan bentuk dan fungsi di dalam endometrium tempat embrio berimplantasi.
Plasenta menempel pada dinding rahim melalui “jari-jari” mikro yang disebut dengan vili korionik. Vili korionik ini berfungsi untuk memaksimalkan kontak antara area permukaan plasenta dengan darah ibu, memungkinkan pertukaran zat gizi dan gas secara optimal.
Pada plasenta akreta, vili korionik menempel terlalu dalam, melampaui endometrium. Berdasarkan derajat invasinya ke dalam lapisan otot rahim (miometrium), spektrum plasenta akreta dibagi menjadi:
Plasenta akreta, di mana vili korionik menempel pada permukaan miometrium.
Plasenta inkreta, di mana vili korionik menginvasi ke dalam miometrium.
Plasenta perkreta, di mana vili korionik menembus miometrium ke lapisan serosa rahim atau organ di dekatnya, seperti kandung kemih.
Penyebab dan Faktor Risiko Plasenta Akreta
Plasenta akreta paling sering dikaitkan dengan riwayat operasi caesar sebelumnya. Para pakar menyimpulkan bahwa riwayat operasi ini memicu implantasi yang abnormal di kehamilan berikutnya.
Sehingga vili korionik langsung menempel pada miometrium tanpa adanya lapisan desidua. Lapisan ini merupakan jaringan rahim ibu, yang berperan penting dalam melindungi embrio dari reaksi imun ibu serta memberikan dukungan nutrisi untuk embrio sebelum plasenta terbentuk.
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan plasenta akreta, antara lain:
Posisi plasenta. Plasenta yang menutupi sebagian atau seluruh leher rahim (plasenta previa) atau berada di rahim bagian bawah meningkatkan risiko terjadinya plasenta akreta. Faktanya, plasenta previa ditemukan pada 80 persen kasus plasenta akreta.
Usia ibu yang lebih tua. Plasenta akreta lebih banyak ditemukan pada wanita yang hamil di atas usia 35 tahun.
Multiparitas. Risiko plasenta akreta meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kehamilan.
Adanya riwayat operasi lain/pengobatan pada rahim. Kejadian plasenta akreta juga dikaitkan dengan riwayat operasi rahim lainnya, seperti miomektomi (pengangkatan mioma), kuretase, histeroskopi, ablasi endometrium, embolisasi rahim, dan radioterapi panggul.
Hamil melalui teknologi reproduksi berbantu, seperti bayi tabung.
Gejala Plasenta Akreta
Plasenta akreta biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala selama kehamilan. Pada sebagian kasus, dapat terjadi perdarahan di trimester ketiga kehamilan (minggu ke-28 hingga ke-40) atau nyeri panggul akibat plasenta menekan kandung kemih atau organ lainnya.
Komplikasi Plasenta Akreta
Plasenta akreta dapat menyebabkan:
Perdarahan vagina yang berat. Plasenta akreta berpotensi menimbulkan perdarahan vagina berat pasca melahirkan. Perdarahan dapat berujung pada kondisi yang mengancam jiwa, seperti darah tidak bisa membeku secara normal (disseminated intravascular coagulopathy), gagal nafas, dan gagal ginjal. Transfusi darah mungkin diperlukan. Wanita juga perlu dipantau ketat di unit perawatan intensif pascaoperasi.
Persalinan prematur. Plasenta akreta tidak membahayakan janin secara langsung akan tetapi dapat menyebabkan persalinan mulai lebih awal. Bila plasenta akreta menyebabkan perdarahan selama kehamilan, kemungkinan bayi harus dilahirkan secara prematur.
USG biasanya menunjukkan adanya plasenta previa. Kelainan lain yang mungkin ditemukan, yakni tidak adanya “pemisah” antara plasenta dan miometrium, meningkatnya jaringan pembuluh darah, miometrium menipis, dan meluasnya plasenta ke lapisan serosa rahim atau kandung kemih.
Selain USG, modalitas lain yang digunakan untuk mendiagnosis plasenta akreta adalah magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan ini dilakukan bila temuan pada USG masih inkonklusif.
Pada sebagian kasus, plasenta akreta baru diketahui setelah bayi lahir. Idealnya, kontraksi rahim akan mengeluarkan plasenta dalam waktu 30 menit setelah bayi keluar. Bila ini tidak terjadi, dokter mungkin mencurigai adanya plasenta akreta.
Cara Mengobati Plasenta Akreta
Pengobatan definitif untuk plasenta akreta adalah histerektomi atau operasi pengangkatan rahim. Bila plasenta perkreta, dilakukan pula reseksi (pemotongan) organ di dekatnya. Sejatinya, plasenta akreta merupakan indikasi paling umum dari histerektomi darurat saat persalinan.
Meski demikian, kondisi ini paling baik diatasi ketika terdiagnosis sebelum melahirkan. Hal ini memungkinkan dokter untuk merencanakan langkah-langkah aman yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi risiko.
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan persalinan di minggu ke-34 hingga ke-35 kehamilan melalui operasi caesar dengan histerektomi. Cara ini melibatkan pengangkatan rahim dengan plasenta yang masih menempel.
Tujuannya, untuk meminimalisasi risiko perdarahan hebat pada ibu. Sedangkan rentang waktu tersebut dipilih agar tidak terjadi kontraksi persalinan yang dapat memicu perdarahan. Agar kondisi saat lahir cukup optimal, ibu akan diberikan suntikan kortikosteroid untuk mematangkan paru bayi.
Setelah dilakukan histerektomi, wanita tentu tidak bisa hamil kembali. Bila masih menginginkan keturunan, plasenta akreta mungkin dapat diatasi melalui cara-cara yang lebih konservatif, seperti kuretase, penjahitan dasar plasenta, ligasi (pengikatan) atau pembuatan cabang pembuluh arteri yang mengaliri rahim.
Namun, cara-cara ini memiliki komplikasi yang serius, seperti perdarahan vagina yang hebat, infeksi, dan perlunya histerektomi di kemudian hari.
Selain itu, beberapa studi terbatas menunjukkan bahwa wanita yang tidak menjalani histerektomi pasca diagnosis plasenta akreta, lebih berisiko untuk mengalami plasenta akreta berulang di kehamilan berikutnya.
Bisakah Plasenta Akreta Dicegah?
Plasenta akreta tidak bisa dicegah. Risikonya meningkat pada wanita memiliki riwayat operasi caesar atau mengalami kelainan plasenta, seperti plasenta previa.
Meski demikian, pengobatan tentu lebih terencana dan lebih baik bila plasenta akreta terdiagnosis sejak masih hamil dan belum menyebabkan gejala apapun. Oleh sebab itu, kontrol kehamilan yang rutin dan sesuai dengan arahan dokter merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
Plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan yang berisiko tinggi.
Jika Anda ingin konsultasi lebih lanjut, Anda bisa isi form di samping ini. Tim kami akan segera menghubungi Anda.
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dokter Fiona melayani sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) dari Kementerian Kesehatan RI di salah satu desa terpencil di Kabupaten Luwuk-Banggai, Sulawesi Tengah. Pengalaman ini membawanya untuk melanjutkan S2 dalam bidang International Health di Universitas Gadjah Mada 2010, Yogyakarta.