Beranda » BLOG » Program Hamil » Kesehatan Reproduksi » Hati-Hati, Risiko Eklampsia pada Bunda yang Berbadan Dua
Hati-Hati, Risiko Eklampsia pada Bunda yang Berbadan Dua
Eklampsia adalah sebuah kondisi medis serius pada kehamilan. Temukan gejala, faktor risiko, dan langkah-langkah pencegahannya di sini.
Eklampsia dapat menimpa setiap Bunda, tanpa memandang usia atau latar belakang. Meskipun tampaknya menjadi kasus yang jarang terjadi, Bunda tidak boleh meremehkan gejala eklampsia.
Sebab, di balik ketidaknyamanan yang mungkin dianggap biasa, terselip risiko serius yang dapat mengancam kesehatan Bunda dan bayi yang dikandung. Untuk memahami lebih lanjut mengenai apa itu eklampsia dan mengapa Bunda tidak boleh mengabaikan gejalanya, mari simak ulasan berikut ini.
Baca Juga: Mengenal Preeklamsia, Salah Satu Komplikasi Kehamilan
Penjelasan Mengenai Eklampsia
Eklampsia adalah salah satu kondisi yang jarang terjadi tapi serius yang bisa dialami oleh ibu hamil yang mengalami preeklampsia. Preeklampsia sendiri adalah gangguan pada kehamilan di mana Bunda mengalami tekanan darah tinggi dan kadar protein di urine.
Tanya Ferly tentang Promil?
Eklampsia muncul saat Bunda yang mengalami preeklampsia tiba-tiba mengalami kejang selama kehamilan. Tekanan darah tinggi (dari preeklampsia) memberikan tekanan pada pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan di otak, yang mungkin menyebabkan kejang.
Biasanya, eklampsia muncul setelah minggu ke-20 kehamilan. Ini adalah kasus langka dan terjadi pada kurang dari 3% dari Bunda yang mengalami preeklampsia. Eklampsia bisa menimbulkan masalah serius selama kehamilan dan perlu penanganan medis segera.
Perbedaan Preeklampsia dan Eklampsia
Eklampsia adalah bentuk parah dari preeklampsia yang dapat menyebabkan kejang. Ini dianggap sebagai komplikasi dari preeklampsia, tetapi dapat terjadi tanpa adanya tanda-tanda preeklampsia.
Kejang ini bisa menyebabkan kebingungan, kehilangan orientasi, atau bahkan membuat Bunda yang sedang hamil jatuh dalam keadaan koma. Dalam beberapa kasus, kondisi ini dapat mengakibatkan stroke atau bahkan kematian.
Dalam kebanyakan situasi, preeklampsia dapat diatasi sebelum berkembang menjadi eklampsia. Dokter kandungan akan memantau kondisi Bunda dengan cermat selama kehamilan dan mungkin memberikan resep obat.
Faktor Resiko dan Gejala Eklampsia
Faktor risiko terbesar untuk eklampsia adalah preeklampsia. Meskipun sebagian besar Bunda dengan preeklampsia tidak mengalami eklampsia. Namun, Bunda mungkin juga memiliki risiko lebih tinggi untuk eklampsia jika:
- Sedang hamil dengan bayi kembar.
- Memiliki kondisi autoimun.
- Mengonsumsi makanan yang kurang sehat atau mengalami obesitas (BMI lebih dari 30).
- Memiliki diabetes, hipertensi, atau penyakit ginjal.
- Usia Bunda kurang dari 17 atau lebih dari 35 tahun.
- Ini adalah kehamilan pertama Bunda.
- Ada riwayat keluarga atau pribadi mengenai preeklampsia atau eklampsia.
Kejang adalah gejala umum dari eklampsia. Banyak Bunda akan mengalami tanda-tanda peringatan sebelum mengalami kejang akibat eklampsia. Beberapa dari tanda-tanda ini adalah:
- Sakit kepala parah.
- Kesulitan bernapas.
- Mual atau muntah.
- Bunda mengalami sulit buang air kecil atau jarang BAK.
- Nyeri perut (terutama di sisi kanan atas).
- Penglihatan kabur, melihat ganda, atau kehilangan penglihatan.
- Pembengkakan tangan, wajah, atau pergelangan kaki.
Jika tadi adalah tanda-tanda yang mungkin Bunda alami sebelum kejang akibat eklampsia. Berikut ini beberapa gejala lainnya yang bisa Bunda alami akibat eklampsia:
- Kesulitan atau kebingungan yang parah.
- Kehilangan kesadaran.
Bagaimana Eklampsia Didiagnosis?
Dokter kandungan mendiagnosis eklampsia berdasarkan kondisi kejang yang Bunda alami. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, tes darah, dan pemantauan tekanan darah secara teratur. Dokter juga akan melakukan tes urine untuk mencari peningkatan protein dalam urine.
- Tes darah dapat menunjukkan faktor-faktor abnormal seperti jumlah sel darah merah atau jumlah trombosit.
- Tes urine biasanya menunjukkan jumlah protein yang banyak dalam urine Bunda.
- Tes kreatinin, kreatinin adalah produk limbah yang biasanya disaring keluar dari darah oleh ginjal. Tingkat kreatinin yang tidak normal dapat menjadi tanda kegagalan ginjal.
Penyedia layanan kesehatan akan memantau janin dan memeriksa detak jantung, gerakan, ukuran, dan faktor-faktor lainnya melalui ultrasonografi untuk memastikan bahwa janin dapat mengatasi kehamilan dengan baik.
Baca Juga: 7 Komplikasi Kehamilan yang Paling Sering Terjadi, Sudah Tahu?
Pengobatan untuk Eklampsia
Pengobatan terbaik untuk eklampsia adalah melahirkan. Jika janin sudah mencapai usia kehamilan 37 minggu atau lebih, memicu persalinan biasanya merupakan pilihan terbaik. Bunda masih bisa melahirkan secara normal jika kondisi Bunda dan janin stabil.
Dokter kandungan mungkin akan meresepkan obat-obatan untuk mengatasi eklampsia selama kehamilan, seperti:
- Obat anti-kejang atau infus magnesium sulfat untuk mencegah kejang.
- Obat tekanan darah untuk menurunkan tekanan darah.
- Kortikosteroid untuk membantu perkembangan dan penguatan paru-paru janin.
Sebagian besar Bunda pulih dari eklampsia setelah melahirkan. Ada beberapa hal yang dapat Bunda lakukan untuk membantu proses pemulihan:
- Makan makanan sehat.
- Tetap aktif sebisa mungkin.
- Lakukan cukup istirahat.
- Hadiri semua janji prenatal Bunda.
- Hindari hal yang dapat membuat Bunda stres.
- Konsumsi semua obat sesuai petunjuk dokter.
- Pantau tekanan darah Bunda dengan cermat setidaknya dua minggu setelah melahirkan.
Langkah-Langkah Pencegahan untuk Eklampsia
Mendapatkan perawatan untuk preeklampsia dapat mengurangi risiko Bunda mengalami eklampsia. Mendapatkan perawatan medis dengan segera, menghadiri semua janji prenatal, dan menjalani gaya hidup sehat juga dapat membantu mengurangi risiko Bunda.
Beberapa kondisi tertentu (beberapa di luar kendali Bunda) dapat meningkatkan risiko preeklampsia dan eklampsia. Memulai konsumsi aspirin dosis rendah pada trimester pertama mungkin dapat mengurangi risiko preeklampsia jika Bunda memiliki risiko lebih tinggi. Tapi konsumsi obat apapun selama kehamilan perlu konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Bisakah Hamil Kembali Setelah Mengalami Eklampsia?
Keputusan untuk hamil kembali setelah mengalami eklampsia harus dibahas secara individu antara Bunda dan dokter kandungan. Sebagian besar Bunda yang mengalami eklampsia dapat hamil lagi dan memiliki kehamilan yang sehat, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Konsultasi dengan dokter
Sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan. Ini karena dokter dapat menilai risiko kesehatan Bunda dan memberikan saran yang sesuai.
2. Pemantauan ketat
Selama kehamilan berikutnya, Bunda mungkin akan dimonitor dengan lebih ketat untuk memantau tekanan darah, protein dalam urine, dan tanda-tanda preeklampsia atau eklampsia.
3. Perawatan prenatal yang rutin
Mengikuti perawatan prenatal secara teratur sangat penting. Janji prenatal yang teratur memungkinkan dokter untuk memantau perkembangan kehamilan dan mengidentifikasi potensi masalah dengan cepat.
4. Gaya hidup sehat
Menerapkan gaya hidup sehat, termasuk pola makan yang seimbang, olahraga yang teratur, dan manajemen stres, dapat membantu mengurangi risiko komplikasi kehamilan.
Bunda juga mungkin perlu mengonsumsi obat atau suplemen tertentu sesuai dengan petunjuk dokter, terutama jika ada kondisi kesehatan tertentu yang perlu diatasi.
5. Pemantauan tekanan darah
Memantau tekanan darah secara teratur dan melaporkan setiap perubahan atau gejala yang mencurigakan kepada dokter adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan selama kehamilan.
Ingatlah bahwa setiap kehamilan adalah unik dan rekomendasi spesifik akan bergantung pada kondisi kesehatan dan riwayat medis individu Bunda. Oleh karena itu, diskusikan dengan dokter kandungan untuk perencanaan kehamilan yang terinformasi dan aman.
Itu dia tadi penjelasan mengenai apa itu eklampsia dan pengobatan serta pencegahannya. Jika Ayah Bunda sedang mencari informasi terkait masalah fertilitas, program hamil atau program bayi tabung, baca informasi lengkapnya hanya di Bocah Indonesia.
Artikel ini ditinjau secara medis oleh dr. Chitra Fatimah
Jadwalkan Konsultasi
Jika Anda belum hamil setelah satu tahun usia pernikahan, kami menyarankan Anda untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.
Buat janji konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau chat melalui Whatsapp melalui tombol di bawah.
Referensi
- Rana, S., et al. (2019). Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and Perspectives. Circulation Research, 124, pp. 1094−112. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30920918/
- Peres, M., Mariana, M. & Cairrão, E. (2018). Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of Cardiovascular Development and Disease, 5(1), pp. 3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5872351/
- National Institutes of Health (2022). National Library of Medicine. Eclampsia.
- Ross, M. Medscape (2022). Eclampsia.
- Ross, M. Medscape (2019). Which Medications are Used in the Treatment of Eclampsia?
Artikel Terkait:
- Hati-Hati, Ini 7 Penyebab Bagian Atas Miss V Nyeri
- USG Saat Menstruasi, Bantu Bunda Persiapkan Calon Buah Hati
- Koriokarsinoma pada Hamil Anggur: Risiko, Gejala,…
- Mengenal Fase Blastula pada Perkembangan Embrio Bunda
- Cara Pemeriksaan Fungsi Tiroid pada Bunda
- HSG : Tujuan, Prosedur, Risiko, dan Alternatif…
- 8 Ciri-Ciri Hamil Muda yang Sering Tidak Disadari Bunda
- Pengapuran Plasenta, Komplikasi Kehamilan yang…