Sonohisterografi merupakan prosedur diagnostik yang non-invasif dan minim komplikasi. Kalaupun terjadi, komplikasi paling umum adalah infeksi pascaprosedur.
Sonohisterografi (SIS) adalah prosedur diagnostik aman tanpa radiasi untuk mendeteksi kelainan rahim seperti mioma, polip, dan adhesi. SIS menggunakan larutan garam dan USG untuk menghasilkan gambaran jelas rongga rahim.
Sonohisterografi atau kerap disebut SIS (saline infusion sonohysterography) adalah prosedur untuk melihat bagian dalam rahim, khususnya bentuk rongga rahim. Secara umum, prosedur ini bertujuan untuk mendeteksi berbagai kelainan seperti mioma di dalam rahim, adanya septum rahim, atau perlengketan jaringan (adhesi). Ini adalah tes yang tergolong aman oleh karena tidak menggunakan radiasi. SIS menggunakan larutan garam steril, gelombang suara dan komputer untuk menghasilkan gambar.
Bagaimana Kegunaan dan Indikasi SIS?
Prosedur SIS biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis sejumlah kondisi, yang mencakup:
Dokter menyarankan pemeriksaan ini bila seorang wanita menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada adanya masalah di rahim, seperti:
Tanya Mincah tentang Promil?
Perdarahan menstruasi yang abnormal
Infertilitas
Keguguran berulang
Hasil pemeriksaan panggul yang abnormal
Seorang wanita mungkin memerlukan SIS bila pemeriksaan ultrasonografi (USG) standar tidak menunjukkan informasi yang cukup untuk mendiagnosis suatu masalah.
Satu-satunya kontraindikasi SIS adalah adanya infeksi panggul aktif, kehamilan, dan adanya alat kontrasepsi dalam rahim (intrauterine device/IUD).
Bagaimana Persiapan Prosedur SIS?
Prosedur SIS tidak memerlukan persiapan khusus. Namun, hasilnya paling akurat bila dilakukan setelah menstruasi selesai, yakni pada hari ke-5 hingga ke-9 siklus menstruasi. Ini juga akan menurunkan risiko infeksi. Jadi, sebaiknya atur jadwal kunjungan sesuai dengan tanggal menstruasi Bunda. SIS tetap bisa dilakukan meski menstruasi baru saja selesai dan masih ada perdarahan ringan.
Di hari prosedur dilakukan, wanita tetap bisa makan dan minum seperti biasa, termasuk obat-obatan yang rutin dikonsumsi. Dokter mungkin menyarankan untuk mengonsumsi obat pereda nyeri yang umum terlebih dulu untuk membantu mencegah rasa tidak nyaman saat prosedur. Dan bila perlu, disarankan untuk mengonsumsi antibiotik sebelum prosedur dengan tujuan mencegah infeksi.
Wanita sebaiknya mengenakan pembalut (bukan tampon) di hari prosedur. Ini karena larutan garam akan keluar dari rahim setelah prosedur selesai dilakukan.
Sebelum prosedur dimulai, wanita akan diminta untuk mengosongkan kandung kemih. Wanita juga disarankan untuk mengenakan pakaian yang nyaman dan memudahkan akses ke bagian bawah tubuh.
Bagaimana Prosedur SIS Dilakukan?
Prosedur SIS dilakukan dengan menyuntikkan secara perlahan 10-20 mL larutan garam steril hangat ke dalam rongga rahim melalui kateter. Tujuannya adalah meregangkan rongga rahim sambil dilakukan pencitraan panggul dengan USG abdomen atau transvaginal. Teknik ini memungkinkan ahli radiologi atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk memvisualisasikan satu lapisan rongga rahim sehingga karakteristik kelainan yang ada bisa lebih jelas terlihat.
Langkah-langkah prosedur SIS adalah sebagai berikut:
Setelah mengosongkan kandung kemih, wanita akan diminta untuk membuka pakaian dari pinggang ke bawah dan mengenakan gaun steril. Setelah itu, wanita diminta untuk berbaring di ranjang pemeriksaan. Tidak ada penggunaan obat bius sehingga wanita akan tetap terjaga selama pemeriksaan. Kram perut bisa muncul selama dan setelah prosedur.
Pertama-tama, dokter akan melakukan USG panggul baik secara transabdominal atau transvaginal sebelum SIS.
Sebuah spekulum kemudian dimasukkan ke dalam vagina untuk menahannya agar tetap terbuka. Dengan demikian, dokter dapat melihat dan menjangkau serviks.
Setelah serviks terlihat, dokter akan memasukkan kapas untuk membersihkannya.
Selanjutnya, sebuah kateter lunak berupa tabung plastik tipis dimasukkan ke dalam rahim melalui serviks dengan perlahan dan hati-hati. Saat kateter dimasukkan, wanita mungkin merasakan sensasi cubitan atau kram.
Spekulum dikeluarkan dari vagina saat kateter masih berada di dalam rahim. Kemudian, probe (transducer) USG transvaginal dimasukkan ke dalam vagina.
Probe ini sedikit lebih besar dari tampan dan bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pas dan nyaman di dalam vagina. Sebelum dimasukkan ke dalam vagina, probe terlebih dulu dibungkus oleh sarung steril dan dioleskan gel pelumas untuk memudahkan pemasangan.
Sejumlah kecil larutan garam steril (10-20 mL) dimasukkan melalui kateter ke dalam rongga rahim. Kram perut mungkin dirasakan selama proses ini. Ketika larutan garam sudah cukup memenuhi rahim, dilakukan pemindaian dan pengambilan gambar pada bagian dalam rahim ini.
Selama dan setelah penyuntikkan larutan garam, probe USG digerakkan dengan lembut untuk bisa memindai seluas mungkin area rongga rahim sambil dilakukan pengambilan gambar.
Larutan garam di dalam rahim memungkinkan dinding rahim tercitrakan dengan jelas pada layar USG sehingga kelainan-kelainannya—bila ada—bisa terlihat.
Setelah semua gambar berhasil diambil, dokter akan mengeluarkan probe dan kateter. Larutan garam akan keluar dari rahim dalam beberapa jam sesudahnya.
Prosedur SIS tergolong prosedur rawat jalan yang hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Sebagian besar waktu ini dihabiskan untuk pemindaian sebelum dan setelah larutan garam dimasukkan ke dalam rahim.
Apa Dampak yang Dirasakan Selama dan Setelah Prosedur SIS?
Sebagian besar pasien tidak merasakan apapun pascaprosedur SIS. Sebagian lainnya dapat mengalami nyeri, kram perut bawah ringan, perdarahan bercak, dan keputihan. Kram bisa dirasakan hingga beberapa jam pascaprosedur, namun sesungguhnya ini jarang terjadi. Untuk mengantisipasi hal ini, dokter kerap menyarankan konsumsi obat seperti ibuprofen sebelumnya. Dokter juga mungkin meresepkan obat pereda nyeri yang lebih kuat dan/atau antibiotik sebelum prosedur.
Setelah prosedur, bisa terdapat sedikit tetesan cairan keluar dari vagina. Ini adalah larutan garam yang sebelumnya dimasukkan ke dalam rahim. Adalah wajar bila cairan yang keluar ini sedikit mengandung bercak darah. Keluarnya cairan ini bisa berlangsung hingga 24 jam pascaprosedur. Wanita diperbolehkan menggunakan pembalut, namun tidak boleh memasang tampon selama sisa hari itu.
Sebagian kecil individu dapat mengalami pusing atau rasa melayang karena serviks sedikit teriritasi oleh kateter. Kondisi ini biasanya akan hilang dalam beberapa menit dan tidak menimbulkan dampak negatif lainnya.
Pada umumnya, wanita bisa langsung kembali ke rumah atau bekerja dan melanjutkan aktivitasnya seperti biasa pascaprosedur SIS. Namun, bila muncul nyeri hebat atau demam dalam beberapa hari setelahnya, atau terdapat perubahan warna/volume/konsistensi keputihan, segera beri tahu dokter. Dokter akan memberi petunjuk lebih lanjut mengenai hal ini.
Apa Risiko dan Komplikasi SIS?
Pada dasarnya, SIS adalah prosedur yang sangat aman. Komplikasi yang serius sangat jarang terjadi. Risiko utama adalah infeksi di dalam rahim akibat prosedur. Infeksi dapat muncul sebagai nyeri panggul yang tak kunjung sembuh atau keputihan yang berbau. Yang seperti ini sangat jarang terjadi, yakni kurang dari 1 persen dan biasanya muncul ketika seorang wanita juga mengalami penyumbatan atau infeksi pada tuba falopii. Bila terjadi, infeksi diobati dengan antibiotik.
Apa Perbedaan Prosedur SIS dengan Prosedur Diagnostik Lainnya?
Secara ringkas, perbandingan SIS dengan modalitas pemeriksaan lainnya bisa dilihat dalam tabel berikut ini.
SIS versus USG transvaginal
SIS
Mampu membedakan dengan lebih baik antara kelainan dinding rahim yang terlokalisasi (fokal) dan menyeluruh (difus) dan memungkinkan evaluasi rahim satu lapis.
USG transvaginal
Kurang presisi.
SIS versus Histerosalpingografi
SIS
Aman, efektif, efisien (biaya yang dikeluarkan sepadan dengan hasilnya), dan tidak ada paparan radiasi.
Histerosalpingografi (HSG)
Visualisasi tuba falopii lebih baik dan lebih lengkap.
SIS versus Histeroskopi
SIS
Aman, tidak invasif, lebih sedikit komplikasi, dan dapat digunakan untuk skrining.
Histeroskopi
Sedikit lebih baik dalam membedakan kelainan jinak dengan ganas.
SIS versus MRI panggul
SIS
Tidak mahal, dapat digunakan pada pasien dengan implan berbahan metal.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) panggul
Visualisasi lebih baik karena dapat melihat kelainan dari banyak potongan/bidang, resolusi lebih tinggi, dan lapang pandang lebih luas.
Apa Kelebihan dan Kekurangan SIS?
Sebagai salah satu prosedur diagnostik kelainan organ kandungan, sonohisterografi atau SIS mampu menampilkan kelainan dinding rahim yang lebih superior dibandingkan dengan pemeriksaan lain yang lebih rutin dilakukan. Hasilnya akurat sebab kelainan yang ada di dinding rahim mampu dibedakan dengan baik dengan kelainan di lapisan rahim lainnya. SIS juga memiliki kelebihan tambahan, yakni dapat menilai patensi tuba di saat bersamaan dengan cukup presisi.
Dalam kasus infertilitas, histerosalpingografi (HSG) lebih dipilih. Kemampuannya untuk memvisualisaikan seluruh saluran tuba falopii membuatnya lebih unggul ketimbang SIS. Namun, SIS lebih baik dalam mendiagnosis kasus perdarahan rahim yang tidak normal dan dapat digunakan sebagai alat skrining sebelum dilakukan MRI panggul.
Salah satu kelemahan SIS adalah prosedurnya agak menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan infeksi bila prosedur asepsis tidak memadai.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Penutup
Bisa disimpulkan bahwa bila mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dan akurasi pemeriksaan, SIS merupakan salah satu prosedur diagnostik yang unggul. SIS juga mudah dilakukan, tidak memakan waktu, dan dapat diterapkan pada berbagai kasus ginekologi yang sering ditemukan.
Jadwalkan Konsultasi
Jika Anda belum hamil setelah satu tahun usia pernikahan, kami menyarankan Anda untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.
Buat janji konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau chat melalui Whatsapp melalui tombol di bawah.
Kumar K, et al. (2023). Utility of Saline Infusion Sonohysterography in Gynecology: A Review Article. Cureus, 15(2), e35424. https://doi.org/10.7759/cureus.35424
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dokter Fiona melayani sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) dari Kementerian Kesehatan RI di salah satu desa terpencil di Kabupaten Luwuk-Banggai, Sulawesi Tengah. Pengalaman ini membawanya untuk melanjutkan S2 dalam bidang International Health di Universitas Gadjah Mada 2010, Yogyakarta.