Tes ERA dapat membantu pasangan menentukan hari terbaik untuk transfer embrio sehingga dapat menurunkan risiko kegagalan implantasi.
Tes ERA (Endometrial Receptivity Array) adalah sebuah tes yang mampu mengidentifikasi “jendela implantasi”, yakni waktu paling tepat untuk perlekatan embrio. Tes ini memungkinkan transfer embrio dilakukan pada waktu yang paling baik sehingga meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan.
Memahami jendela implantasi
Endometrium adalah lapisan dalam dinding rahim tempat embrio berimplantasi. Untuk tujuan ini, endometrium memiliki kemampuan untuk meregenerasi dirinya di setiap siklus haid dan menjadi reseptif selama masa subur wanita. Periode di mana endometrium bersifat reseptif ini dikenal sebagai “jendela implantasi” dan biasanya hanya berlangsung selama 3 hari. Endometrium yang reseptif memungkinkan embrio menempel pada sel-selnya dan kemudian menginvasi ke bagian yang lebih dalam untuk mengalami perkembangan lebih lanjut.
Pada program bayi tabung, timing transfer embrio biasanya dilakukan pada siklus yang sama untuk semua pasien, yakni ketika endometrium diperkirakan sudah siap untuk implantasi embrio. Cara ini disebut dengan “waktu standar”. Namun kenyataannya, jendela implantasi setiap wanita dapat berbeda dan hal inilah yang kadang menyebabkan kegagalan transfer embrio. Statistik menyebutkan bahwa Tiga dari sepuluh wanita mengalami pergeseran jendela implantasi. Jadi, meski kualitas embrio baik, bila waktu implantasi tidak tepat dan jaringan endometrium tidak reseptif, maka kehamilan akan gagal.
Saat ini, kemajuan teknologi kedokteran memungkinkan kita untuk mengetahui jendela implantasi dengan cukup akurat. Yaitu, melalui tes ERA. Tes ini membantu dokter menentukan waktu terbaik untuk melakukan frozen embryo transfer pada kasus-kasus tertentu.
Tanya Mincah tentang Promil?
Prosedur ERA
Prosedur ERA diawali dengan biopsi endometrium. Proses sebelum dilakukannya biopsi endometrium mengikuti siklus bayi tabung untuk frozen embryo transfer pada umumnya. Namun, di ujungnya bukan transfer embrio yang dilakukan, melainkan biopsi endometrium. Jadi, transfer embrio yang sesungguhnya akan ditunda 1-2 bulan sambil menunggu hasil tes.
Setelah sampel endometrium diperoleh, tahapan tes ERA berikut adalah pengujian menggunakan analisis ekspresi gen (Next Generation Sequencing/NGS). Analisis ini melihat gen mana yang aktif maupun tidak aktif, dan mengukur seberapa banyak gen tersebut digunakan.
Berdasarkan hasil analisis biopsi, endometrium dikategorikan sebagai reseptif atau non-reseptif. Endometrium yang non-reseptif dikategorikan lagi menjadi prareseptif atau pascareseptif. Hasil ini menunjukkan kapan embrio harus ditransfer pada siklus berikutnya.
Hasil reseptif menunjukkan bahwa transfer embrio dapat dilakukan pada waktu yang sama dalam siklus berikutnya, yakni menggunakan waktu standar. Hasil ini berarti jendela implantasi “terbuka” pada waktu dan hari pengambilan sampel, sehingga rekomendasinya adalah melanjutkan transfer embrio dalam kondisi yang sama seperti waktu biopsi dilakukan.
Hasil non-reseptif menunjukkan adanya pergeseran jendela implantasi. Pada kasus ini, jendela implantasi yang sesungguhnya bisa diperkirakan menggunakan prediktor ERA. Endometrium yang non-reseptif bisa menunjukkan dua hal:
Prareseptif, artinya endometrium belum mencapai tahap reseptif, karena itu transfer embrio di siklus berikutnya harus ditunda beberapa jam hingga hari dari waktu standar.
Pascareseptif, artinya endometrium telah melewati tahap reseptif, karena itu transfer embrio di siklus berikutnya harus dilakukan lebih awal dari waktu standar.
Manfaat Tes ERA
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tes ERA dapat membantu menentukan “jendela implantasi” yang sangat spesifik untuk setiap wanita, yang tentu bisa berbeda dari waktu standar. Dalam hal ini, tes ERA dapat merekomendasikan waktu terbaik untuk transfer embrio, sehingga meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan.
Selain itu, tes ERA dapat membantu mengonfirmasi penyebab kegagalan implantasi pada embrio-embrio yang diketahui berkualitas baik. Yakni, dengan mengevaluasi reseptivitas endometrium.
Efek Samping Tes ERA
Efek samping tes ERA berkaitan dengan efek samping tindakan medis biopsi endometrium. Prosedur biopsi yang umumnya digunakan adalah Pipelle biopsy, yakni prosedur invasif minimal di mana sejumlah kecil sampel jaringan endometrium dikumpulkan menggunakan alat tipis serupa sedotan yang disebut Pipelle. Efek samping yang tersering akibat prosedur ini adalah nyeri perut. Efek samping lain yang lebih jarang, yakni perdarahan dari vagina, infeksi rahim, hingga perforasi rahim (rahim bocor).
Pada sebagian kasus, biopsi dilakukan sebagai bagian dari prosedur bedah, seperti histeroskopi, yang memiliki risiko tersendiri. Histeroskopi atau teropong rahim ini dilakukan di ruang operasi dengan bius umum dan digunakan untuk mendiagnosis kelainan yang terlihat pada ultrasonografi serta mengobati kelainan seperti mioma atau polip rahim.
Efektivitas tes ERA dalam meningkatkan angka kehamilan
Studi terkait efektivitas tes ERA masih terbatas. Akan tetapi, ada beberapa bukti yang cukup bisa dipertanggungjawabkan soal efektivitasnya:
Studi awal di tahun 2013 mengungkapkan bahwa pergeseran jendela implantasi lebih banyak ditemukan pada mereka yang mengalami kegagalan implantasi berulang (repeated implantation failure/RIF), mendukung dilakukannya transfer embrio yang dipersonalisasi (pET) atau tidak berdasarkan waktu standar. Pada kelompok yang mengalami RIF, pET memperbaiki luaran kasus-kasus yang mengalami pergeseran jendela implantasi. Angka kehamilan pada kelompok ini mencapai 51,7 persen, mirip dengan kelompok non-RIF sebesar 50 persen. Meski demikian, sampel studi ini sangat sedikit sehingga hasilnya tidak bisa digeneralisasi. Studi ini juga masih bersifat pendahuluan.
Di tahun 2019, sebuah tinjauan sistematis dan metaanalisis mengevaluasi 163 studi (dengan total 88.834 sampel) yang menilai penanda reseptivitas endometrium, termasuk ERA. ERA dilakukan pada lima studi yang melibatkan wanita dengan riwayat kegagalan transfer embrio. Sebanyak 238 gen diperiksa untuk mengkategorikan endometrium sebagai reseptif atau non-reseptif. Pasien yang non-reseptif selanjutnya menjalani pET. Hasilnya, ditemukan bahwa angka keberlangsungan kehamilan kurang lebih mirip antara kelompok reseptif (50,9 persen) dengan non-reseptif yang menjalani pET (51,6 persen).
Studi terbaru di tahun 2024 pada 284 pasien yang memenuhi definisi kegagalan implantasi berulang mendapati bahwa kelompok yang menjalani ERA memiliki angka kehamilan klinis yang lebih tinggi (88,5 persen vs 32 persen). Begitupun dengan angka implantasinya (63,7 persen vs 28,8 persen). Hasil studi ini menyimpulkan bahwa ERA dapat dengan efektif mengidentifikasi pergeseran jendela implantasi sehingga meningkatkan angka kesuksesan frozen embryo transfer (FET). Meski demikian, studi ini tidak bersifat acak dan hanya dilakukan di satu tempat (single-center).
Di sisi lain, sebuah uji klinis yang dipublikasikan di The Journal of the American Medical Association menunjukkan bukti negatif yang terkuat. Uji klinis tersebut menginvestigasi apakah timing FET berdasarkan tes ERA dapat memperbaiki angka kelahiran hidup dibandingkan dengan pasien yang menjalani embrio transfer sesuai waktu standar dan telah dilakukan tes genetik praimplantasi untuk aneuploidi (PGT-A).
Hasilnya didapat bahwa pasien-pasien dengan hasil ERA prareseptif dan mengikuti rekomendasi untuk menunda FET justru menunjukkan angka kehamilan klinis yang lebih rendah (kehamilan kimiawi yang tidak berlanjut) dibandingkan kelompok kontrol (58,5 persen vs 61,9 persen). Hasil ini kontras dengan pasien-pasien yang reseptif, di mana tidak ada perbedaan antarkelompok. Pada studi ini, kurang efektifnya ERA mungkin karena keterbatasan akurasi untuk memprediksi jendela implantasi yang tepat pada kasus-kasus non-reseptif, atau faktor lain seperti kualitas embrio.
Bisa disimpulkan bahwa penggunaan ERA masih kontradiktif dan perlu pengujian dengan sampel yang lebih besar dan multisenter. Berdasarkan hasil-hasil yang ada, ERA mungkin benar-benar efektif bagi mereka dengan kegagalan implantasi berulang disertai pergeseran jendela implantasi.
Indikasi tes ERA pada program bayi tabung
Berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang sudah ada, American Society of Reproductive Medicine (ASRM) dan European Society of Human Reproduction and Embryology (ESHRE) hanya merekomendasikan ERA pada pasangan yang telah mengalami kegagalan implantasi berulang, yakni telah tiga kali atau lebih mengalami kegagalan siklus bayi tabung dengan embrio yang diketahui berkualitas baik, setelah penyebab-penyebab lainnya disingkirkan.
Dalam pedomannya di tahun 2023, ASRM juga menyarankan untuk tidak menggunakan tes ERA secara rutin di luar uji klinis. Biaya yang tinggi dan sifat invasifnya (biopsi) menghambat penggunaannya secara luas. Bila tes ERA dipertimbangkan untuk dilakukan, pastikan untuk berdiskusi intensif dengan ahli fertilitas. Seringkali, tes genetik praimplantasi (PGT-A) dan frozen embryo transfer standar sudah cukup.
Kesimpulan
Sejatinya, kehamilan pada program bayi tabung baru benar-benar bisa berhasil bila timing transfer embrio dilakukan saat endometrium reseptif dan mendukung implantasi. Oleh sebab itu, kehadiran tes ERA memberi harapan baru untuk pasangan yang telah berkali-kali mengalami kegagalan implantasi pasca transfer embrio. Diskusikan dengan dokter untuk mengetahui risiko versus manfaatnya, dan apakah tes ERA ini cocok untuk Anda.
Jadwalkan Konsultasi
Jika Anda belum hamil setelah satu tahun usia pernikahan, kami menyarankan Anda untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.
Buat janji konsultasi dengan menghubungi kami di Whatsapp melalui tombol di bawah.
Craciunas L, Gallos I, Chu J, Bourne T, Quenby S, Brosens JJ, Coomarasamy A. Conventional and modern markers of endometrial receptivity: a systematic review and meta-analysis. Hum Reprod Update. 2019 Mar 1;25(2):202-223. doi: 10.1093/humupd/dmy044. PMID: 30624659.
Doyle N, Jahandideh S, Hill MJ, Widra EA, Levy M, Devine K. Effect of Timing by Endometrial Receptivity Testing vs Standard Timing of Frozen Embryo Transfer on Live Birth in Patients Undergoing In Vitro Fertilization: A Randomized Clinical Trial. JAMA. 2022 Dec 6;328(21):2117-2125. doi: 10.1001/jama.2022.20438. PMID: 36472596; PMCID: PMC9856480.
Garcia-Velasco JA, Llácer J, Requena A, Checa MA, Bellver J, Bosch E, Espinós JJ, Fabregues F, Ortega AI, Fontes J, Spanish Infertility SWOT Group. Endometrial receptivity tests in reproduction: a SWOT analysis. AJOG Global Reports. 2023 Aug 1;3(3):100260.
Lessey BA, Young SL. What exactly is endometrial receptivity? Fertil Steril. 2019 Apr;111(4):611-617. doi: 10.1016/j.fertnstert.2019.02.009. PMID: 30929718.
Ruiz-Alonso M, Blesa D, Díaz-Gimeno P, Gómez E, Fernández-Sánchez M, Carranza F, Carrera J, Vilella F, Pellicer A, Simón C. The endometrial receptivity array for diagnosis and personalized embryo transfer as a treatment for patients with repeated implantation failure. Fertil Steril. 2013 Sep;100(3):818-24. doi: 10.1016/j.fertnstert.2013.05.004. Epub 2013 Jun 4. PMID: 23756099.
Simón C, Gómez C, Cabanillas S, Vladimirov I, Castillón G, Giles J, Boynukalin K, Findikli N, Bahçeci M, Ortega I, Vidal C, Funabiki M, Izquierdo A, López L, Portela S, Frantz N, Kulmann M, Taguchi S, Labarta E, Colucci F, Mackens S, Santamaría X, Muñoz E, Barrera S, García-Velasco JA, Fernández M, Ferrando M, Ruiz M, Mol BW, Valbuena D; ERA-RCT Study Consortium Group. A 5-year multicentre randomized controlled trial comparing personalized, frozen and fresh blastocyst transfer in IVF. Reprod Biomed Online. 2020 Sep;41(3):402-415. doi: 10.1016/j.rbmo.2020.06.002. Epub 2020 Jun 15. PMID: 32723696.
Wang X, Zhou X, Zhou Y, Zhang X. EFFECTIVENESS OF ENDOMETRIAL RECEPTIVITY ANALYSIS TEST IN RECURRENT IMPLANTATION FAILURE PATIENTS UNDERGOING FROZEN EMBRYO TRANSFER. Fertility and Sterility. 2024 Oct 1;122(4):e231-2.
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dokter Fiona melayani sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) dari Kementerian Kesehatan RI di salah satu desa terpencil di Kabupaten Luwuk-Banggai, Sulawesi Tengah. Pengalaman ini membawanya untuk melanjutkan S2 dalam bidang International Health di Universitas Gadjah Mada 2010, Yogyakarta.