Toksoplasmosis – Gejala, Penyebab dan Cara Mengobatinya

Toksoplasma adalah

Ditinjau secara medis oleh dr. Fiona Amelia, MPH
Medical Writer


Ditulis oleh dr. Fiona Amelia, MPH · Tanggal diperbarui 10/10/2022

Toksoplasmosis adalah infeksi parasit yang biasanya tidak menimbulkan gejala. Namun demikian, kondisi ini dapat berdampak negatif pada janin bila wanita terinfeksi saat hamil.

Toksoplasmosis atau toksoplasma adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal, yakni Toxoplasma gondii. Diperkirakan, sekitar 25-30 persen populasi manusia di dunia terinfeksi parasit toksoplasma. Namun sebenarnya, prevalensi sangat bervariasi antarnegara (antara 10-80 persen) dan seringkali juga berbeda antarwilayah dalam suatu negara. 

Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, prevalensi toksoplasmosis tergolong rendah (10-30 persen). Sedangkan prevalensi tertinggi ditemukan di Amerika Latin dan negara-negara tropis Afrika.

Tanya Ferly tentang Promil?

New CTA WA

Parasit toksoplasma dapat bertahan dalam waktu lama di dalam tubuh manusia dan hewan lain. Namun, dari semua yang terinfeksi, hanya sedikit sekali yang bergejala. Ini karena sistem kekebalan tubuh orang sehat biasanya mampu mencegah parasit menyebabkan penyakit. Tetapi, pada bayi yang lahir dari ibu hamil yang terinfeksi serta individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat menyebabkan komplikasi serius.

Gejala toksoplasmosis

Gejala infeksi sangat bervariasi. Sebagian besar individu yang terinfeksi parasit toksoplasma tidak menyadarinya karena tidak bergejala sama sekali. Namun sebagian orang dapat mengalami tanda dan gejala yang mirip dengan flu, seperti pegal linu, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, demam, dan rasa lemas atau lelah.

Pada kelompok tertentu seperti di bawah ini, gejala toksoplasmosis umumnya lebih spesifik.

  • Pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah

Individu dengan HIV/AIDS, yang menjalani kemoterapi atau pascatransplantasi organ, dapat mengalami reaktivasi infeksi toksoplasma yang pernah terjadi sebelumnya. Dalam hal ini, individu dapat mengalami gejala yang lebih berat, seperti:

  • Sakit kepala dan/atau kebingungan
  • Gangguan koordinasi
  • Kejang
  • Gangguan paru yang menyerupai tuberkulosis atau pneumonia akibat bakteri Pneumocystis jiroveci pneumonia, infeksi penyerta yang kerap ditemukan pada individu dengan AIDS

Penglihatan kabur akibat peradangan berat pada retina (toksoplasmosis okular)

  • Pada janin

Wanita yang pertama kali terinfeksi toksoplasma persis sebelum atau selama kehamilan dapat menularkan infeksi kepada bayi (toksoplasmosis kongenital), meski tidak menunjukkan gejala apapun.

Janin paling berisiko terinfeksi toksoplasma bila ibu terinfeksi pada trimester ketiga kehamilan. Sebaliknya, risiko infeksi toksoplasma pada janin paling rendah bila ibu terinfeksi pada trimester pertama. kehamilan. Namun, toksoplasmosis pada awal kehamilan berdampak lebih serius pada janin, seperti keguguran atau bayi lahir mati. Kalaupun bertahan, bayi yang lahir dapat mengalami masalah serius seperti kejang-kejang, pembesaran hati dan limpa, jaundice (kuning pada kulit dan bagian putih mata), serta infeksi mata berat.

Hanya sebagian kecil bayi dengan toksoplasmosis yang menunjukkan tanda dan gejala penyakit saat lahir. Seringkali, bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda-tanda apapun—seperti hilangnya pendengaran, cacat mental, atau infeksi mata serius—hingga saat usia remaja atau lebih.

Penyebab toksoplasmosis

Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii, yang menginfeksi manusia dan hewan berdarah panas. Gambar berikut menunjukkan siklus hidup parasit ini.

siklus toksoplasma

Satu-satunya inang bagi parasit Toxoplasma gondii adalah anggota famili Felidae, yakni kucing domestik dan kerabatnya. Siklus hidup parasit ini dimulai dari:

Keluarnya ookista tak berspora pada kotoran kucing. Ookista tak berspora merupakan bentuk parasit yang tidak infektif (tidak menginfeksi) (1). Meski ookista biasanya hanya dikeluarkan selama 1-3 minggu, namun jumlahnya bisa sangat banyak. Di lingkungan, ookista membutuhkan waktu 1-5 hari untuk berubah menjadi ookista berspora, yang bersifat infektif. Inang perantara di alam (seperti burung dan tikus) dapat terinfeksi setelah menelan tanah, air, atau tanaman yang terkontaminasi dengan ookista (2).

Ookista berspora kemudian berubah menjadi takizoit segera setelah tertelan. Takizoit-takizoit ini kemudian menempatkan diri di jaringan saraf dan otot inang, lalu berkembang menjadi kista jaringan (bradizoit) (3). Kucing akan terinfeksi setelah mengonsumsi inang perantara yang membawa kista jaringan (4). Kucing juga bisa terinfeksi secara langsung saat menelan ookista berspora dari lingkungan. Hewan-hewan yang dipelihara untuk konsumsi manusia maupun hewan-hewan liar juga bisa terinfeksi dengan kista jaringan setelah menelan ookista berspora dari lingkungan (5).

Manusia dapat terinfeksi melalui beberapa rute:

  • Mengonsumsi daging hewan yang belum matang dan mengandung kista jaringan (6).
  • Mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan feses kucing atau bahan lingkungan yang terkontaminasi, seperti tanah atau kotak kotoran kucing peliharaan (7).
  • Transfusi darah atau transplantasi organ, meski jarang (8).
  • Transplasental dari ibu ke janin (9). 

Di dalam tubuh manusia, kista jaringan parasit toksoplasma paling sering ditemukan di otot rangka, otot jantung, otak, dan mata. Kista ini bisa tetap ada seumur hidup.

Faktor risiko toksoplasmosis

Siapapun bisa terinfeksi parasit toksoplasma oleh karena parasit ini ditemukan di seluruh belahan dunia. Namun, ada beberapa kelompok individu yang lebih mungkin mengalami toksoplasmosis berat, yaitu:

  • Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma gondii persis sebelum atau selama kehamilan.
  • Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah, seperti yang mengalami HIV/AIDS, menjalani kemoterapi atau baru saja menerima transplantasi organ.

Komplikasi toksoplasmosis

Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang normal jarang sekali mengalami komplikasi toksoplasmosis. Meski demikian, ada laporan bahwa individu sehat bisa mengalami infeksi pada mata, yang bila tidak diobati dapat menyebabkan kebutaan.

Bila sistem kekebalan tubuh melemah, khususnya akibat HIV/AIDS, toksoplasmosis dapat menyebabkan kejang dan kondisi yang mengancam jiwa, seperti ensefalitis atau infeksi otak yang serius. Pada kelompok populasi ini, ensefalitis akibat toksoplasmosis yang tidak diobati dapat berakibat fatal. Di samping itu, kekambuhan infeksi juga menjadi masalah pada kelompok individu dengan sistem kekebalan yang lemah.

Anak-anak dengan toksoplasmosis kongenital dapat mengalami kecacatan, seperti hilangnya pendengaran, cacat mental, dan kebutaan.

Diagnosis toksoplasmosis 

Toksoplasmosis biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan antibodi IgM dan IgG spesifik toksoplasma di dalam darah. 

  • Antibodi IgM muncul selama 2 minggu pertama fase akut penyakit, mencapai puncaknya dalam waktu 4-8 minggu, dan akhirnya menjadi tidak terdeteksi. Namun, pada beberapa kasus dapat bertahan hingga 18 bulan setelah infeksi akut. 
  • Antibodi IgG muncul lebih lambat, mencapai puncaknya dalam waktu 1-2 bulan, serta bisa tetap tinggi dan stabil selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Untuk menentukan status infeksi, yang harus diperiksa pertama kali adalah keberadaan antibodi IgG spesifik toksoplasma. Titer IgG yang positif menunjukkan adanya infeksi toksoplasma pada suatu waktu. Bila diperlukan informasi soal kapan terjadinya infeksi, maka individu dengan IgG yang positif harus menjalani pemeriksaan IgM. Hasil pemeriksaan IgM yang negatif pada dasarnya menyingkirkan infeksi akut (yang baru-baru ini terjadi) toksoplasma. Namun, hasil IgM yang positif sulit untuk diinterpretasi karena antibodi ini dapat terdeteksi hingga 18 bulan setelah infeksi akut terjadi.

toksoplasmosis-adalah

Pada kehamilan, janin, dan bayi baru lahir, diagnosis infeksi akut toksoplasma lebih sulit dan umumnya memerlukan konsultasi dengan ahlinya.

  • Pada ibu hamil dengan IgG dan IgM yang positif, diperlukan pemeriksaan tes aviditas IgG. Aviditas IgG yang tinggi pada 12-16 minggu pertama kehamilan menunjukkan bahwa infeksi terjadi sejak sebelum hamil. Namun aviditias IgG yang rendah tidak bisa langsung diinterpretasikan bahwa infeksi baru terjadi. Ini karena beberapa individu memiliki aviditas IgG rendah yang menetap hingga berbulan-bulan setelah infeksi. Kecurigaan terhadap infeksi baru pada ibu hamil harus dikonfirmasi sebelum pengobatan dimulai dengan menguji sampel di laboratorium rujukan. Bila individu memiliki gejala seperti toksoplasmosis namun titer IgG rendah, pemeriksaan IgG perlu diulang 2-3 minggu kemudian untuk melihat peningkatan titer antibodi. Adanya peningkatan titer antibodi IgG ini menandakan bahwa infeksi toksoplasma baru terjadi (akut), kecuali bila individu memiliki sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah.
  • Secara umum, antibodi IgM yang positif pada bayi baru lahir menandakan infeksi janin (kongenital). IgG dari ibu dapat melewati sawar darah plasenta, namun IgM tidak. Deteksi antibodi IgA spesifik toksoplasma lebih sensitif ketimbang IgM pada bayi-bayi dengan infeksi bawaan. Namun demikian, pemeriksaan ini umumnya hanya tersedia pada laboratorium khusus. Diperlukan konsultasi khusus dengan ahlinya bila dicurigai adanya infeksi pada janin.

Untuk menentukan apakah janin betul terinfeksi, dokter mungkin merekomendasikan:

  • Amniosentesis. Prosedur ini, yang aman dilakukan setelah usia kehamilan 15 minggu, melibatkan pengambilan cairan ketuban melalui jarum halus. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan molekuler PCR untuk mencari bukti adanya toksoplasmosis. Ada sedikit risiko keguguran dan komplikasi kecil, seperti kram, kebocoran cairan, atau iritasi di tempat masuknya jarum akibat prosedur ini.
  • Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini tidak dapat mendiagnosis toksoplasmosis. Akan tetapi, dapat menunjukkan apakah janin menunjukkan tanda-tanda tertentu, seperti penumpukan cairan di dalam otak (hidrosefalus). Namun, bila ini tidak ditemukan saat USG, kemungkinan terinfeksi tetap ada. Oleh sebab itu, bayi perlu melakukan pemeriksaan lanjutan di tahun pertama kehidupan.

Pada kasus berat, di mana bisa terjadi kondisi yang mengancam nyawa seperti ensefalitis, individu memerlukan pemeriksaan radiologi seperti magnetic resonance imaging (MRI) atau biopsi otak untuk mengevaluasi kelainan atau kista pada otak.

Cara mengobati toksoplasmosis

Sebagian besar individu sehat tidak memerlukan pengobatan toksoplasmosis. Namun, bila toksoplasmosis menimbulkan gejala, diperlukan pengobatan dengan obat-obatan berikut:

  • Pyrimethamine. Obat ini, yang biasanya digunakan untuk mengatasi malaria, berfungsi mencegah tubuh menyerap vitamin B9 atau asam folat. Oleh sebab itu, dokter umumnya menyarankan untuk mengonsumsi asam folat tambahan.
  • Sulfadiazine. Ini adalah antibiotik yang digunakan bersama dengan pyrimethamine untuk mengobati toksoplasmosis.
pengobatan toksoplasma

Pada individu dengan HIV/AIDS, obat pilihan untuk mengatasi toksoplasmosis adalah kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan asam folinat (leucovorin). Alternatifnya adalah kombinasi pyrimethamine dengan antibiotik clindamycin.

Pada ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis, regimen pengobatan dapat bervariasi tergantung kapan infeksi terjadi.

  • Bila infeksi terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu, digunakan antibiotik spiramycin. Tujuannya, untuk mengurangi risiko janin mengalami gangguan saraf akibat toksoplasmosis kongenital. 
  • Bila infeksi terjadi setelah usia kehamilan 16 minggu, atau pemeriksaan menunjukkan bahwa janin telah terinfeksi toksoplasmosis, ibu hamil akan diberikan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan asam folinat (leucovorin).

Pada bayi, toksoplasmosis juga diobati dengan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan asam folinat (leucovorin). Di samping itu, diperlukan pemantauan rutin dengan dokter anak selama pengobatan berlangsung.

Pencegahan toksoplasmosis

Beberapa cara berikut bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terinfeksi parasit Toxoplasma gondii:

  • Menggunakan sarung tangan saat berkebun atau mengelola tanah. Setelahnya, selalu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
  • Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang. Daging, khususnya kambing, babi, dan sapi dapat membawa parasit toksoplasma. Hindari juga mencicipi daging sebelum benar-benar matang serta hindari daging mentah yang diawetkan.
  • Cuci semua peralatan dapur dengan bersih. Setelah mengolah daging mentah, cuci talenan, pisau, dan peralatan lainnya dengan air panas dan sabun untuk mencegah kontaminasi terhadap bahan makanan lainnya. Cuci tangan dengan bersih setelah mengolah daging mentah.
  • Cuci semua buah dan sayuran. Gosok buah dan sayuran segar, bila ingin dimakan mentah. Kupas kulit bila perlu, namun harus setelah dicuci.
  • Hindari konsumsi susu dan produk olahannya yang tidak dipasteurisasi, karena dapat mengandung parasit toksoplasma.
  • Tutup kotak pasir anak saat tidak dimainkan agar kucing tidak memakainya untuk membuang kotoran.

Individu yang menyukai kucing, tetap bisa memelihara hewan ini meski hamil atau berisiko terkena toksoplasmosis dan komplikasinya. Namun demikian, ada beberapa saran pencegahan yang perlu dilakukan agar tidak terinfeksi toksoplasmasis:

  • Jaga kucing tetap sehat. Cegah kucing bermain di luar rumah dan beri makanan kering atau kaleng, bukan daging mentah. Kucing dapat terinfeksi setelah memakan mangsa yang terinfeksi atau daging setengah matang yang mengandung parasit.
  • Pastikan kotak kotoran kucing diganti setiap hari agar ookista yang keluar tidak punya waktu untuk menjadi menular. Ookista belum menular antara 1-5 hari setelah dikeluarkan dalam kotoran kucing.
  • Minta orang lain yang membersihkan kotak kotoran kucing. Bila tidak memungkinkan, gunakan sarung tangan dan masker wajah saat membersihkannya. Lalu, cuci tangan dengan bersih.
  • Hindari memelihara kucing liar. Kebanyakan kucing tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit meski terinfeksi toksoplasmosis sehingga ini bisa berbahaya.

Pada kehamilan, pencegahan toksoplasmosis berat dan penyakit serius melalui deteksi dini memang tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan boleh dianjurkan pada yang berisiko tinggi, misalnya ada riwayat toksoplasmosis atau keguguran berulang pada kehamilan sebelumnya. Namun, deteksi dini toksoplasmosis sebetulnya paling baik dilakukan sejak masih merencanakan kehamilan. 

Penutup

Meski toksoplasmosis dapat memiliki risiko komplikasi jangka panjang dan serius, kondisi ini dapat diobati secara efektif melalui obat-obatan. Namun, individu dengan sistem kekebalan yang lemah tetap dapat mengalaminya seumur hidup. Bagaimanapun, cara terbaik agar terhindar dari toksoplasmosis adalah dengan melakukan upaya pencegahan.

cheer

Jika Anda mengalami gejala di atas, kami menyediakan layanan pemeriksaan untuk Anda. Silakan isi formulir di bawah ini, tim kami segera menghubungi Anda!

Meski tidak membahayakan, PCO dan PCOS tidak bisa dianggap sepele. Kondisi ini bisa menyebabkan wanita sulit hamil. Segera periksakan diri ke dokter!

  1. Beigi RH. Patient education: avoiding infections in pregnancy (beyond the basics). In: UpToDate, Post, TW (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2022.

  2. Centers for Disease Control and Prevention (3 September 2020). Toxoplasmosis FAQs. URL: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/gen_info/faqs.html.

  3. Centers for Disease Control and Prevention (4 September 2020). Toxoplasmosis & pregnancy FAQs. URL: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/gen_info/pregnant.html

  4. Mayo Clinic. (13 Oktober 2020). Toxoplasmosis. URL: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/toxoplasmosis/symptoms-causes/syc-20356249#:~:text=Toxoplasmosis%20(tok%2Dso%2Dplaz,to%2Dchild%20transmission%20during%20pregnancy

  5. Pearson RD. Toxoplasmosis. In: MSD Manual Professional Version. URL: https://www.msdmanuals.com/professional/infectious-diseases/extraintestinal-protozoa/toxoplasmosis.

  6. Petersen E. Toxoplasmosis: acute systemic disease. In: UpToDate, Post, TW (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2022.

  7. Petersen E, Mandelbrot L. Toxoplasmosis and pregnancy. In: UpToDate, Post, TW (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2022.

  8. Robert-Gangneux F, Dardé ML. Epidemiology of and diagnostic strategies for toxoplasmosis [published correction appears in Clin Microbiol Rev. 2012 Jul;25(3):583]. Clin Microbiol Rev. 2012;25(2):264-296. doi:10.1128/CMR.05013-11.

Share:

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

doctors
Buat Janji