Kriopreservasi sel telur adalah teknik pelestarian sel reproduksi wanita dengan cara membekukannya untuk digunakan di kemudian hari.
Banyak wanita ingin memiliki keturunan suatu saat. Namun, bagaimana bila belum menemukan pasangan hidup, ingin berkarir terlebih dulu, ingin mencapai target-target hidup lainnya atau harus menghadapi prosedur medis yang bisa memengaruhi kesuburan? Membekukan sel telur bisa menjadi pilihan yang dapat membantu wanita mencapai mimpi menjadi seorang ibu ketika diri dirasa sudah siap.
Apa Itu Pembekuan Sel Telur?
Pembekuan sel telur (oocyte cryopreservation) adalah prosedur medis untuk menyimpan sel telur wanita dalam suhu sangat rendah agar dapat digunakan untuk hamil di masa depan. Ini berguna bagi wanita yang ingin menunda kehamilan karena alasan pribadi atau medis.
Kini, kriopreservasi oosit terencana (POC), atau lebih dikenal sebagai pembekuan sel telur elektif, telah diterima dan digunakan secara luas, sebelum dilakukannya tindakan untuk kondisi-kondisi medis tertentu. Sesungguhnya, prosedur ini telah menyebabkan “revolusi” sosial dengan meningkatnya otonomi dan masa reproduksi seorang wanita.
Kelahiran pertama dari sel telur yang dibekukan dilaporkan oleh dokter Christopher Chen di tahun 1986. Selama beberapa tahun terakhir, POC mengalami kemajuan yang pesat dengan meningkatnya angka keberhasilan sel telur yang mampu bertahan hidup dalam proses pembekuan.
Tanya Mincah tentang Promil?
Di tahun 2012, pembekuan sel telur tidak lagi dianggap sebagai prosedur eksperimental oleh American Society for Reproductive Medicine setelah studi menunjukkan tingkat kehamilan, kelahiran hidup, dan keamanan yang sebanding dengan program bayi tabung. Sejak saat itulah, penggunaan teknik ini meningkat drastis.
Siapa yang Perlu Membekukan Sel Telur?
Hasil survey menunjukkan bahwa 84-88 persen wanita yang memutuskan POC melakukannya karena belum atau tidak memiliki pasangan. Banyak dari wanita ini ingin menjadi orang tua, namun belum menemukan pasangan yang tepat dan tidak ingin segera menikah hanya karena rentang usia suburnya semakin singkat. Jadi, bagi banyak wanita, keputusan untuk menunda memiliki anak sebetulnya didasarkan pada situasi, bukan benar-benar diinginkan atau sengaja dipilih.
Selain karena tidak adanya pasangan, alasan lain untuk membekukan sel telur mencakup, ingin meraih pendidikan yang lebih tinggi, berkarir, tempat kerja yang tidak fleksibel, keinginan untuk bepergian, baru saja mengakhiri suatu hubungan atau bercerai, atau merasa belum siap untuk memiliki anak.
Wanita usia subur yang belum memiliki pasangan.
Ingin mengejar pendidikan atau karier terlebih dahulu.
Menghadapi prosedur medis yang bisa memengaruhi kesuburan, seperti:
Kanker (kemoterapi, radioterapi)
Endometriosis
Cadangan ovarium rendah
Risiko kegagalan ovarium prematur (misalnya karena mutasi BRCA)
Ingin menghindari risiko kehamilan terkait usia seperti keguguran atau kelainan kromosom.
Bagaimana Proses Pembekuan Sel Telur?
Pembekuan sel telur merupakan proses yang terdiri dari beberapa tahap, di mana hampir sebagian besarnya persis dengan proses awal program bayi tabung. Satu-satunya perbedaan adalah setelah pengambilan sel telur, sel-sel ini disimpan dan bukan dibuahi.
Berikut ini adalah langkah-langkah pembekuan sel telur:
Stimulasi ovarium, yang dimulai dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) transvaginal, tes darah untuk menentukan jumlah sel telur dan fungsi ovarium, dan pemberian obat stimulasi ovarium selama 9-12 hari. Dosis yang diperlukan bervariasi antarindividu, tergantung pada fungsi ovarium masing-masing. Selanjutnya, USG lanjutan dilakukan untuk melihat apakah ukuran dan jumlah sel telur telah memenuhi syarat. Bila ya, akan diberikan obat lain untuk membantu mematangkan sel telur dan memicu ovulasi.
Pengambilan sel telur atau ovum pick up (OPU), dilakukan dengan cara aspirasi jarum dipandu oleh USG transvaginal untuk mengambil sel telur dari folikel. Ini adalah prosedur minor yang memerlukan pembiusan oleh ahli anestesi. Individu tidak boleh makan atau minum paling sedikit 8 jam sebelum prosedur. Pengambilan sel telur ini memerlukan waktu sekitar 30-45 menit, bergantung pada jumlah sel telur yang bisa diambil.
Seleksi sel telur. Embriolog akan menyeleksi sel telur sehat yang layak dibekukan. Suhu ruang penyimpanan didinginkan dengan cepat untuk mencegah pembentukan kristal es yang dapat merusak sel telur. Saat waktunya dibuahi, sel telur akan dicairkan (thawing) dan dihangatkan hingga mencapai suhu tubuh sesuai dengan protokol laboratorium. Kualitas sel telur selanjutnya diperiksa dan dinilai sebelum dibuahi dengan sperma untuk menghasilkan zigot yang dengan cepat membelah menjadi embrio. Pada tahap blastokista, embrio ditransfer ke dalam rahim agar berimplantasi dan membuahkan kehamilan.
Studi terkini menunjukkan bahwa agar wanita berusia di bawah 35 tahun dapat hamil dengan sukses, diperlukan setidaknya 8-10 sel telur beku yang sehat. Keberhasilan bergantung pada kuantitas dan kualitas sel telur, serta usia wanita saat sel telur dipanen dan dibekukan. Pada prinsipnya, semakin muda sel telur, semakin tinggi tingkat keberhasilannya.
Berapa Sel Telur yang Ideal untuk Dibekukan?
Menurut jurnal (Cascante et al., 2023). Sel Telur yang ideal untuk dibekukan adalah 8–10 sel telur sehat untuk wanita di bawah 35 tahun memberikan peluang tinggi untuk hamil di masa depan
Risiko dan Efek Samping Pembekuan Sel Telur
Risiko pembekuan sel telur serupa dengan risiko yang terkait dengan stimulasi ovarium untuk program bayi tabung, di mana ini mencakup risiko terjadinya sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS), infeksi, dan perdarahan akibat proses pengambilan sel telur.
Untuk efek samping yang umum, seperti perubahan suasana hati, hot flashes, sakit kepala, dan mual, biasanya tidak berat dan merupakan hasil dari kenaikan hormon akibat stimulasi ovarium. Sedangkan efek samping pascapengambilan sel telur dapat berupa perut kembung, kram, dan sedikit nyeri.
Bagaimana Keamanan Pembekuan Sel Telur?
Pembekuan sel telur pada awalnya menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan dalam hal luaran obstetri (terkait komplikasi kehamilan) dan bayi baru lahir. Ada anggapan bahwa kekhawatiran ini mungkin terkait dengan perubahan struktur materi genetik yang dapat memicu kelainan kromosom pada anak-anak yang lahir melalui teknologi reproduksi berbantu ini.
Studi menunjukkan tidak ada peningkatan risiko cacat bawaan, komplikasi kehamilan, atau kelainan genetik pada bayi yang lahir dari sel telur beku dibandingkan sel telur segar atau kehamilan alami.
Namun demikian, berbagai studi tidak menunjukkan adanya hubungan tersebut, di antaranya:
Di tahun 2009, Noyes dkk. membuat sebuah database untuk anak-anak yang lahir setelah pembekuan sel telur dan meninjau 58 laporan (1986–2008), termasuk 609 bayi lahir hidup dari proses pembekuan sel telur. Laporannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal kelainan bawaan pada anak-anak yang lahir melalui pembekuan sel telur dibandingkan kehamilan (pembuahan) alami.
Di tahun 2012, Forman dkk. melakukan studi eksperimental acak pada 588 sel telur dewasa dan tidak menemukan perbedaan bermakna pada tingkat aneuploidi (kelainan genetik yang menyebabkan adanya kelebihan/kekurangan kromosom) embrio yang diperoleh dari sel telur beku (29,1 persen) daripada embrio dari sel telur (26,4%) wanita-wanita muda yang menjalani program bayi tabung dengan sel telurnya sendiri.
Di tahun 2014, Cobo dkk. meneliti luaran anak-anak yang lahir menggunakan sel telur beku (1027 dari 804 kehamilan) dan sel telur segar (1224 dari 996 kehamilan). Hasilnya, tidak terdapat perbedaan bermakna pada luaran obstetri (hipertensi akibat kehamilan, diabetes, anemia atau persalinan prematur) maupun bayi baru lahir (berat lahir, usia kehamilan saat lahir, cacat bawaan lahir, dan perawatan di unit perawatan intensif neonatal (NICU) atau kematian perinatal.
Di tahun 2017, Chamayou dkk. melaporkan tingkat aneuploidi yang sebanding di antara blastokista yang dibentuk dari sel telur beku (57,5 persen) dan sel telur segar (59,2 persen).
Perlu digarisbawahi bahwa dengan meningkatnya penggunaan sel telur beku ini, diperlukan lebih banyak studi lanjutan jangka panjang untuk mengonfirmasi keamanan prosedur ini.
Penutup
Pembekuan sel telur adalah pilihan aman dan efektif untuk mempertahankan kesuburan wanita. Prosedur ini ideal bagi mereka yang ingin merencanakan kehamilan secara matang, menghadapi pengobatan berat, atau ingin mengatasi keterbatasan usia subur.
Meskipun aman, wanita disarankan berkonsultasi dengan dokter spesialis untuk memahami kesiapan tubuh dan potensi keberhasilannya.
Jadwalkan Konsultasi
Jika Anda belum hamil setelah satu tahun usia pernikahan, kami menyarankan Anda untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.
Buat janji konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau chat melalui Whatsapp melalui tombol di bawah.
Cascante SD, Berkeley AS, Licciardi F, McCaffrey C, Grifo JA. Planned oocyte cryopreservation: the state of the ART. Reproductive BioMedicine Online. 2023 Aug 24:103367.
Mesen TB, Mersereau JE, Kane JB, Steiner AZ. Optimal timing for elective egg freezing. Fertility and sterility. 2015 Jun 1;103(6):1551-6.
Pai HD, Baid R, Palshetkar NP, Pai A, Pai RD, Palshetkar R. Oocyte cryopreservation-current scenario and future perspectives: a narrative review. Journal of Human Reproductive Sciences. 2021 Oct 1;14(4):340-9.
Polyakov A, Piskopos J, Rozen G. Focus: Elective egg freezing: State of the ART. Australian Journal of General Practice. 2023 Jan 1;52(1/2):20-3.
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dokter Fiona melayani sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) dari Kementerian Kesehatan RI di salah satu desa terpencil di Kabupaten Luwuk-Banggai, Sulawesi Tengah. Pengalaman ini membawanya untuk melanjutkan S2 dalam bidang International Health di Universitas Gadjah Mada 2010, Yogyakarta.