Beranda » BLOG » Program Hamil » Makrosomia: Apa dan Dampaknya pada Ibu dan Janin?
Makrosomia: Apa dan Dampaknya pada Ibu dan Janin?
Makrosomia berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi kehamilan pada ibu dan bayi, khususnya selama proses persalinan.
Istilah “makrosomia” merujuk kepada bayi baru lahir dengan berat badan jauh lebih besar dari rata-rata. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani “makro” yang berarti besar, dan “soma” yang berarti tubuh. Bila digabung, makrosomia berarti bertubuh besar.
Bayi dengan makrosomia memiliki berat lahir di atas 4.000 gram, terlepas dari usia kehamilannya. Kondisi ini sesungguhnya berhubungan dengan komplikasi kehamilan dan persalinan yang berpotensi mengancam nyawa ibu dan janin.
Banyak faktor dapat meningkatkan risiko kejadian makrosomia pada janin. Sebagian faktor ini bisa dimodifikasi atau dikendalikan, namun sebagian lagi tidak bisa diubah.
- Diabetes pada ibu. Makrosomia lebih banyak terjadi pada ibu yang mengidap diabetes sejak sebelum kehamilan atau mengalaminya saat hamil (diabetes gestasional). Risikonya pun jauh lebih tinggi bila kadar gula darah ibu tidak terkontrol.
- Riwayat melahirkan bayi makrosomia. Ibu yang pernah melahirkan bayi makrosomia, atau dirinya sendiri terlahir dengan berat >4.000 gram, lebih berisiko memiliki bayi makrosomia di kemudian hari.
- Obesitas pada ibu.
- Peningkatan berat badan yang berlebih selama hamil.
- Bayi yang dikandung berjenis kelamin laki-laki. Kejadian makrosomia lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki ketimbang perempuan, khususnya pada bayi dengan berat lahir di atas 4.500.
- Kehamilan lewat bulan. Bayi lebih mungkin makrosomia pada kehamilan yang sudah lewat lebih dari 2 minggu dari hari perkiraan lahir.
- Usia ibu saat hamil di atas 35 tahun.
Secara umum, makrosomia lebih banyak ditemukan sebagai akibat dari adanya diabetes atau obesitas pada ibu, serta peningkatan berat badan yang berlebih saat hamil. Bila faktor-faktor ini tidak ada dan bayi dicurigai mengalami makrosomia, ada kemungkinan bayi memiliki kondisi medis langka yang membuat pertumbuhannya lebih cepat dan lebih besar.
Tanya Ferly tentang Promil?
Gejala makrosomia
Makrosomia janin dapat sulit terdeteksi dan terdiagnosis selama kehamilan. Beberapa tanda dan gejala yang sugestif, antara lain:
- Tinggi fundus rahim besar. Selama kontrol kehamilan, dokter mungkin mengukur tinggi fundus ibu, yakni jarak dari bagian atas rahim ke tulang pubis (kemaluan). Tinggi fundus yang lebih besar dari rata-rata sesuai usia kehamilan, dapat menjadi tanda makrosomia janin.
Cairan ketuban berlebih (polihidramnion). Cairan ketuban yang terlalu banyak dapat menandakan bayi lebih besar dari rata-rata. Jumlah cairan ketuban mencerminkan jumlah urin bayi, dan bayi yang lebih besar memproduksi lebih banyak urin.
Risiko komplikasi makrosomia
Secara umum, makrosomia janin meningkatkan risiko komplikasi saat proses bersalin. Beberapa yang tersering, yaitu:
- Proses persalinan yang lebih lama.
- Kebutuhan akan forseps atau vakum untuk membantu proses persalinan.
- Kebutuhan akan operasi caesar.
- Distosia bahu, di mana bahu janin tersangkut di jalan lahir. Kondisi ini dapat menyebabkan patah pada tulang selangka dan tulang lainnya, cedera pada saraf-saraf lengan, dan kerusakan otak.
Secara spesifik, makrosomia janin dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi berikut pada ibu:
- Cedera pada jalan lahir. Bayi yang berukuran besar dapat merobek jaringan vagina, dan otot-otot di antara vagina dan anus (perineum).
- Perdarahan pascapersalinan. Makrosomia janin meningkatkan risiko gangguan kontraksi pada otot rahim pascapersalinan, atau disebut atonia uteri. Kondisi ini dapat menimbulkan perdarahan hebat yang mengancam nyawa.
- Ruptur uteri atau robekan rahim. Ibu yang memiliki riwayat operasi caesar atau operasi rahim sebelumnya, lebih berisiko mengalami ruptur uteri selama melahirkan bayi makrosomia. Ini merupakan komplikasi yang sangat serius meski jarang terjadi.
Sedangkan pada bayi yang baru lahir, makrosomia meningkatkan risiko terjadinya kondisi-kondisi berikut:
- Hipoglikemia neonatal. Ini merupakan keadaan di mana kadar gula darah bayi yang baru lahir di bawah normal (<45 mg/dL).
- Polisitemia vera. Tingginya jumlah sel darah merah, akan meningkatkan risiko bayi mengalami hiperbilirubinemia yang tampak sebagai kuning pada bayi. Kadar bilirubin yang terlalu tinggi pada bayi baru lahir meningkatkan risiko terjadinya kerusakan otak (kernikterus).
- Gangguan pernapasan akibat oksigen yang tidak cukup.
Di kemudian hari, bayi yang terlahir makrosomia lebih berisiko mengalami masalah-masalah kesehatan berikut:
- Obesitas di masa kanak-kanak. Studi menemukan bahwa risiko obesitas pada anak meningkat seiring dengan meningkatnya berat lahir.
- Resistensi insulin dan sindrom metabolik. Ini merupakan sekumpulan kondisi yang terjadi bersamaan, yakni berupa tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, kelebihan lemak perut, dan kadar kolesterol yang abnormal. Adanya sindrom metabolik meningkatkan risiko individu mengalami penyakit jantung koroner, stroke, dan diabetes di kemudian hari.
Diagnosis dan evaluasi makrosomia
Makrosomia didiagnosis melalui wawancara mendalam, termasuk riwayat kehamilan sebelumnya. Dokter juga akan memeriksa ukuran janin selama kehamilan menggunakan beberapa cara berikut:
- Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Parameter biometri janin yang umumnya diukur, yakni diameter biparietal (BPD), lingkar kepala (HC), panjang tulang paha (FL), dan lingkar perut (AC).
Pengukuran tinggi fundus uteri. Fundus adalah area dari bagian atas rahim ke tulang pubis. Bila ukurannya lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya, ada kemungkinan janin makrosomia.
- Kadar cairan ketuban. Bila jumlahnya lebih dari normal, ada kemungkinan janin memproduksi lebih banyak urin. Pada prinsipnya, janin dengan berat yang lebih besar memproduksi lebih banyak urin.
- Nonstress test. Tes ini mengukur detak jantung janin saat bergerak
- Profil biofisik. Profil ini mengombinasikan informasi dari hasil USG dan nonstress test untuk menilai pola pernapasan pergerakan, dan kadar cairan ketuban janin.
Cara mengatasi komplikasi makrosomia
Oleh karena komplikasi makrosomia berkaitan erat dengan proses persalinan, para pakar menyarankan bahwa ibu-ibu dengan diabetes, yang berpeluang melahirkan bayi makrosomia, menjalani proses persalinan elektif. Dengan kata lain, tidak menunggu hingga proses persalinan berjalan alami (melalui kontraksi, dsb), melainkan sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari. Proses persalinannya sendiri dapat berlangsung melalui:
- Persalinan normal (per vaginam) dengan induksi. Pada ibu hamil dengan diabetes, induksi persalinan dapat dilakukan setelah usia kehamilan mencapai 38 minggu. Dengan syarat, sudah menjalani pemeriksaan dalam dan bayi kemungkinan besar bisa melalui jalan lahir.
- Operasi Caesar. Sebagian ahli merekomendasikan operasi Caesar untuk ibu hamil dengan diabetes dan yang akan melahirkan bayi di atas 4.000 gram.
Agar janin tidak makrosomia
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, dua faktor penentu makrosomia yang paling penting adalah diabetes ibu yang tidak terkontrol dan peningkatan berat badan berlebih saat hamil. Oleh sebab itu, pengendalian kadar gula darah dan pemantauan berat badan selama hamil adalah cara terbaik untuk mencegah makrosomia. Beberapa cara berikut dapat dilakukan:
- Melakukan konsultasi prakehamilan. Sejak sebelum hamil, diskusikan dengan dokter tentang riwayat medis dan kondisi kesehatan Anda. Bila mengalami obesitas, konsultasikan diri kepada ahli gizi yang dapat membantu Anda mencapai berat badan yang sehat sebelum mulai hamil.
- Menjalani skrining diabetes gestasional. Mulai minggu ke-24 hingga ke-28 kehamilan, dokter umumnya menyarankan ibu hamil untuk menjalani Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk deteksi dini diabetes gestasional. Diabetes pada kehamilan ini terkonfirmasi bila kadar gula darah puasa >200mg/dL atau kadar gula darah setelah konsumsi larutan glukosa 75 gram >140mg/dL.
- Bila sudah mengalami diabetes sejak sebelum hamil atau terdiagnosis diabetes saat hamil, ikuti seluruh anjuran dokter terkait obat-obatan, pola makan, dan yang lainnya agar kadar gula darah terkontrol.
- Pantau kenaikan berat badan selama hamil agar tetap di rentang yang sehat, yakni sekitar 12-18 kg untuk individu dengan indeks massa tubuh yang normal sebelum hamil. Wanita dengan berat badan berlebih tentu memiliki target peningkatan berat badan yang lebih rendah selama hamil.
- Tetap aktif secara fisik. Usahakan untuk memiliki waktu khusus berolahraga selama hamil. Ikuti anjuran dokter terkait durasi dan jenis olahraga yang aman di masa ini.
Jadwalkan Konsultasi
Jika Anda belum hamil setelah satu tahun usia pernikahan, kami menyarankan Anda untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.
Buat janji konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau chat melalui Whatsapp melalui tombol di bawah.
- Cleveland Clinic. [Last reviewed 13 May 2022]. Uterine prolapse. URL: https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/16030-uterine-prolapse.
- Abramowicz JS, Ahn JT. Fetal macrosomia. In: UpToDate, Post, TW (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2023.
- Mayo Clinic. [Last reviewed 8 Sep 2022]. Uterine prolapse. URL: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/uterine-prolapse/symptoms-causes/syc-20353458.
- Rogers RG, Fashokun TB. Pelvic organ prolapse in females: Epidemiology, risk factors, clinical manifestations, and management. In: UpToDate, Post, TW (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2023.
- Fungsi Endometrium dan Kegagalan Program Bayi Tabung - 18/10/2024
- Kondiloma Akuminata atau Kutil Kelamin, Infeksi Berdarah Dingin - 15/10/2024
- Koriokarsinoma : Kanker yang terkenal “angker” - 11/09/2024
Artikel Terkait:
- Ciri Janin Lapar dalam Kandungan: Apa yang Harus…
- Kehamilan 3 Bulan: Perkembangan Janin dan Perawatan
- Berapa Kadar HB yang Normal pada Ibu Hamil?
- Gatal pada Perut di Trimester Pertama, Apa Penyebabnya?
- Mengenal Blighted Ovum Kondisi Janin Tidak Mengalami…
- Embriogenesis Perkembangan Janin Tahap Demi Tahap
- Manfaat Yogurt untuk Ibu Hamil dan Kandungan Nutrisinya
- Jamur Enoki untuk Ibu Hamil: Apakah Aman dan Bergizi?