Kenali Sindrom MRKH (Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser) Pada Wanita dan Cara Atasinya

apa itu sindrom mrkh

Ditinjau secara medis oleh dr. Fiona Amelia, MPH
Medical Writer


Ditulis oleh dr. Fiona Amelia, MPH · Tanggal diperbarui 25/05/2022

Sindrom Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) adalah kelainan bawaan pada sistem reproduksi wanita sehingga vagina dan rahim tidak berkembang sempurna atau bahkan tidak ada.

Sindrom Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) adalah kelainan bawaan pada sistem reproduksi wanita. Kondisi ini menyebabkan rahim dan vagina tidak berkembang sempurna atau bahkan tidak ada. Meski demikian, tampilan kelamin luar tampak normal. Menurut statistik, sindrom MRKH mengenai 1 dari 4.500-5.000 wanita di dunia.

Apa itu Sindrom MRKH?

Secara historis, istilah sindrom MRKH berasal dari nama keempat penulis yang mendeskripsikan kelainan ini dalam publikasi ilmiah selama rentang periode 130 tahun. Keempat penulis tersebut adalah ahli anatomi Jerman August Franz Josef Karl Mayer (1829), ahli anatomi Austria Carl von Rokitansky (1838), ahli ginekologi Jerman Hermann Küster (1910), dan ahli ginekologi Swiss Georges Andre Hauser (1961). Sindrom ini juga dikenal melalui beberapa nama lain, seperti agenesis Müllerian, aplasia Müllerian, atau agenesis vagina.

Tanya Ferly tentang Promil?

New CTA WA

Sindrom MRKH diketahui terjadi akibat kegagalan perkembangan embrio dan penyatuan duktus Müllerian pada usia kehamilan 4-12 minggu. Akibatnya, bagian sistem reproduksi wanita yang berasal dari duktus ini, yaitu vagina, rahim, tuba falopi, dan sebagian sistem saluran kemih, tidak berkembang sempurna. 

Liang vagina umumnya sangat memendek dan dapat tampak seperti lekukan di bawah uretra (tempat keluarnya urin). Rahim dapat tampak sebagai sebuah garis tengah tunggal atau bertanduk, dengan atau tanpa rongga rahim. Pada kelainan yang berat, vagina, rahim atau keduanya bisa tidak ada sama sekali. 

Sebaliknya ovarium, umumnya normal dalam struktur dan fungsi karena berasal dari lapisan embrio yang berbeda. Jadi, tampilan kelamin luar dan ciri seks sekunder, seperti rambut pubis dan payudara, berkembang secara normal. Namun demikian, wanita dengan sindrom ini tidak mengalami haid karena rahim atau vaginanya tidak ada.

Wanita dengan sindrom MRKH juga mengalami masalah infertilitas atau sulit hamil. Memiliki keturunan secara alami tentu sulit karena tidak ada rahim. Satu-satunya cara untuk memiliki keturunan adalah melalui program bayi tabung dan surrogacy (ibu pengganti) dengan menggunakan sel telurnya sendiri, atau adopsi.

Tipe-tipe Sindrom MRKH

Sindrom MRKH umumnya dibagi menjadi dua tipe:

  • Tipe 1, di mana rahim dan vagina bagian atas tidak normal, namun organ lain tidak terpengaruh.
  • Tipe 2, di mana juga terdapat kelainan pada organ lain. Tersering adalah tuba falopi, ginjal, dan tulang belakang. 

Gejala sindrom MRKH

Sindrom MRKH kerap tidak disadari hingga seorang anak perempuan mencapai usia remaja namun tidak mengalami menstruasi (amenore). Akan tetapi, ciri-ciri pubertas lainnnya normal.

Ciri wanita dengan sindrom MRKH, yakni:

  • Alat kelamin luar normal dan sesuai dengan ciri kelamin wanita.
  • Vagina dapat memendek tanpa serviks pada pangkalnya, atau tidak ada sama sekali dan hanya ditandai dengan lekukan di bawah uretra (di lokasi mulut vagina). Kondisi ini menyebabkan hubungan intim terasa nyeri atau sulit.
  • Rahim bisa tidak ada atau hanya berkembang sebagian. Bila ada lapisan endometrium (dinding rahim), kram atau nyeri perut kronis bisa terjadi setiap bulan, mengikuti pola siklus haid.
  • Ovarium umumnya berkembang sempurna dan fungsional, akan tetapi lokasinya bisa tidak biasa. 
  • Tuba falopi atau saluran telur kadang-kadang tidak ada atau tidak berkembang normal.

Sindrom MRKH juga berhubungan dengan kondisi lain, seperti:

  • Gagal ginjal akibat pembentukan/posisi ginjal yang abnormal atau komplikasi akibat tidak adanya ginjal.
  • Kelainan tulang, terutama di bagian tulang belakang.
  • Kehilangan pendengaran (minor).
  • Kelainan bawaan lain, yang juga memengaruhi jantung, saluran cerna, dan pertumbuhan anggota tubuh. 

Penyebab sindrom MRKH

Hingga kini, penyebab pasti sindrom MRKH atau agenesis Müllerian masih belum diketahui. Namun dipercaya, bahwa ada banyak gen dan faktor yang terlibat.

Saluran reproduksi wanita mencakup tuba falopi, rahim, serviks, dan vagina. Tuba falopi, rahim, serviks, dan bagian atas vagina berasal dari sepasang duktus Müllerian atau disebut juga duktus paramesonefrik (PMD). Sedangkan bagian bawah vagina berasal dari sinus urogenital. 

Pembentukan PMD dimulai pada usia kehamilan 5-6 minggu. Pada perkembangan yang normal, bagian bawah kedua PMD ini akan menyatu dan membentuk rahim, serviks, dan bagian atas vagina. Sedangkan bagian atas PMD akan menjadi tuba falopi. Sindrom MRKH terjadi ketika sel-sel atau jaringan yang membentuk rahim dan bagian atas vagina tidak ada atau tidak berkembang (agenesis/aplasia). Alhasil, ini tampak sebagai vagina dan/atau rahim yang tidak berkembang sempurna atau tidak ada sama sekali.

Pengobatan sindrom MRKH

Pengobatan sindrom MRKH biasanya dimulai pada periode remaja akhir atau awal usia 20-an. Namun, wanita dapat menunggu hingga berusia lebih tua, matang secara psikologis dan betul-betul siap menjalani pengobatan. Pengobatan pasien dengan sindrom ini mencakup konseling serta pengobatan untuk memperbaiki kelainan anatomi. Pilihannya mencakup dilatasi (melebarkan) dan memanjangkan (elongasi) vagina secara mandiri dan vaginoplasti (pembuatan vagina melalui pembedahan).

1. Dilatasi dan elongasi vagina secara mandiri

Metode ini dipilih sebagai lini pertama untuk sebagian besar pasien karena lebih aman, dapat dikontrol oleh pasien, dan lebih hemat biaya ketimbang pembedahan. Cara ini memungkinkan wanita membuat vagina senormal mungkin tanpa operasi. Tujuan akhir adalah memanjangkan vagina ke ukuran yang nyaman untuk melakukan hubungan intim.

Pada metode ini, sebuah batang bulat kecil (dilator) serupa tampon namun keras dimasukkan ke dalam vagina sambil ditekan. Dilator lalu dibiarkan selama 10-30 menit. Proses ini dilakukan sebanyak 1-3 kali sehari. Seiring berjalannya waktu, ukuran dilator akan semakin besar. Prosedur dilatasi dilakukan secara rutin setiap hari, selama beberapa bulan, untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Efek samping dari prosedur ini antara lain gangguan buang air kecil, perdarahan vagina dan nyeri, terutama pada waktu memulainya. Pelumas buatan dan mencoba beberapa jenis dilator berbeda dapat membantu. Kulit lebih mudah meregang setelah mandi air hangat, sehingga ini menjadi saat yang paling tepat untuk melakukan dilatasi.

Meski tampak sederhana, dilatasi vagina secara mandiri membutuhkan komitmen dan konsistensi. Oleh sebab itu, wanita perlu betul-betul siap secara fisik dan psikologis untuk memulai prosesnya. Bila semuanya siap dan konsisten dilakukan, angka keberhasilan anatomis dan fungsional mencapai 90-96 persen. Bila tidak, risiko gagal dilatasi akan sangat tinggi. Pemicunya kerap kali tidak bersifat medis, seperti motivasi yang kurang, hubungan interpersonal yang tidak stabil, kesalahpahaman orang tua tentang diagnosis, faktor sosial budaya, dan gangguan mental.

Vagina yang telah melebar bisa tidak tampak seperti vagina pada umumnya, saat diperiksa. Akan tetapi, penampilan tidak menentukan fungsi. Meski beberapa studi mengartikan kesuksesan secara anatomis adalah bila vagina mencapai panjang 6 cm atau lebih, definisi terbaik dari kesuksesan adalah vagina yang fungsional. Yakni, untuk aktivitas seksual yang nyaman, seperti yang banyak dilaporkan oleh pasien. Melalui definisi keberhasilan fungsional ini, tidak ada patokan khusus soal panjang vagina. 

Menurut pendapat para ahli, wanita yang telah berhasil menggunakan terapi dilatasi masih memerlukan prosedur dilatasi lanjutan secara berkala bila tidak melakukan hubungan intim secara teratur. Bila proses dilatasi dihentikan, ini tidak membahayakan, akan tetapi wanita perlu untuk memulainya kembali sebelum melanjutkan aktivitas seksual di masa depan. 

2. Vaginoplasti 

Bila dilatasi secara mandiri tidak berhasil, vaginoplasti untuk membuat vagina yang fungsional bisa menjadi pilihan. Tujuan utama pembedahan adalah pembuatan saluran vagina yang memungkinkan hubungan intim dengan penetrasi. Waktu yang tepat untuk operasi tergantung pada pasien dan tipe prosedur yang direncanakan. Perlu diingat bahwa metode ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan atau menghindari prosedur dilatasi vagina. Justru pasca pembedahan, dibutuhkan dilatasi vagina atau hubungan intim secara rutin untuk mempertahankan diameter dan panjang vagina. Prosedur ini umumnya dilakukan pada akhir masa remaja atau dewasa muda ketika pasien sudah cukup matang secara emosional untuk menyetujui prosedur dan patuh untuk melakukan dilatasi pasca operasi secara rutin. 

Tanpa dilatasi vagina secara rutin pasca operasi, liang vagina yang baru dibentuk dapat dengan cepat menyempit dan memendek. Dilator harus sesering mungkin digunakan hingga pasien dapat melakukan hubungan intim secara teratur dan sering.

Dibandingkan dengan dilatasi vagina, komplikasi vaginoplasti lebih sering terjadi, dan mencakup perforasi (kebocoran) kandung kemih atau rektum, kematian sel cangkok, kulit vagina berambut, fistula (lubang), radang usus besar, penyakit radang usus, dan adenokarsinoma (kanker).

Bisakah hamil dengan sindrom MRKH? 

Sindrom MRKH dapat berdampak pada hubungan intim. Akan tetapi setelah pengobatan, vagina bisa fungsional dan nyaman untuk aktivitas seksual. Terkait dengan peluang hamil, wanita dengan rahim yang berkembang sebagian atau tidak ada, tentu tidak bisa hamil. Bila ovarium sehat dan fungsional, wanita dapat memiliki keturunan dari sel telurnya sendiri melalui program bayi tabung. Embrio yang terbentuk kemudian diimplantasi ke dalam rahim wanita lain yang bersedia menjadi ibu pengganti (surrogate mother). Akan tetapi, di Indonesia, cara ini belum bisa dilakukan karena faktor etika dan sosial budaya.

Sebuah cara baru yang memungkinkan wanita dengan sindrom MRKH hamil adalah transplantasi rahim. Beberapa studi menyebutkan bahwa cara ini dapat menghasilkan kelahiran hidup. Namun, karena keterbatasan data, prosedur ini masih dianggap sebuah eksperimen dan belum tersedia secara luas.

Penutup

Sama seperti yang lain, wanita dengan sindrom MRKH dan aktif secara seksual harus waspada bahwa mereka berisiko mengalami infeksi menular seksual. Oleh sebab itu, sebaiknya gunakan pengaman seperti kondom saat berhubungan intim. Wanita juga perlu menjalani skrining infeksi menular seksual dan mendapatkan vaksinasi human papillomavirus (HPV) untuk menurunkan risiko kanker vagina dan kutil kelamin.

cheer

Jadwalkan Konsultasi

Jika Anda belum juga hamil setelah berupaya selama dua belas bulan atau lebih (atau enam bulan jika usia perempuan di atas 35 tahun), kami menyarankan Anda untuk melakukan penilaian kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.

Jadwalkan konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau dengan mengisi formulir melalui tombol dibawah.

  1. Committee on Adolescent Health Care. ACOG Committee Opinion No. 728: Müllerian agenesis: diagnosis, management, and treatment. Obstet Gynecol. 2018;131(1):e35-42. 
  2. Herlin MK, Petersen MB, Brännström M. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) syndrome: a comprehensive update. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2020 Dec;15(1):1-6. 
  3. Mayo Clinic. (15 Feb 2022). Vaginal agenesis
  4. Penn Medicine. Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) Syndrome.
Share:

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari terakhir untuk hemat 11%
Checkout Sekarang

Hari
Jam
Menit
Detik
doctors
Buat Janji