Review Film Mimi (2021) dan Surogasi di Indonesia

Surogasi-di-Film-Mimi

Surogasi atau ibu pengganti merupakan prosedur kesepakatan perjanjian antara pasangan suami istri dengan wanita yang bersedia rahimnya disewa dengan “tarif khusus” untuk ditanami embrio pasangan suami istri tersebut. Sederhananya, sang penyewa rahim atau yang disebut ibu pengganti akan menjalani kehamilan untuk orang lain, yang mana ketika sang anak lahir akan diambil kembali oleh orang tuanya.

Biasanya, prosedur surogasi dilakukan oleh pasangan yang mengalami masalah infertilitas. Prosedur surogasi merupakan metode pembuahan sel telur dan sperma pasangan yang dilakukan dalam rahim ibu pengganti.

Sebagian besar pasangan yang memilih prosedur surogasi merupakan kalangan menengah ke atas. Pasalnya, untuk melakukan prosedur surogasi, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pasangan yang memilih prosedur surogasi harus menyiapkan dana untuk ibu pengganti selama mengandung anak mereka selama 9 bulan.

Biaya prosedur surogasi di Amerika Serikat mencapai empat kali lipat dari India. Hal tersebut yang menjadikan India sebagai “pusat ibu pengganti” bagi pasangan Amerika Serikat. Fenomena surogasi di India inilah yang diungkap ke dalam film Mimi.

Fakta Surogasi di India yang Diungkap Dalam Film Mimi

Awal kisah bermula, saat pasangan suami istri yang berasal dari Amerika Serikat, John Ji (Aidan Whytock) dan Summer Ji (Evelyn Edwards) yang ingin memiliki momongan datang ke India untuk mencari ibu pengganti. Dalam perjalanan, sang sopir, Bhanu (Pakaj Tripathi) membuka jalan John dan Summer untuk menemukan ibu pengganti.

Tanya Ferly tentang Promil?

New CTA WA

John dan Summer secara kebetulan bertemu dengan Mimi Ji, seorang penari lokal yang tampak enerjik. Pasangan yang berasal dari Amerika ini tertarik dengan penampilan Mimi yang bugar karena seorang ibu pengganti harus memiliki fisik yang kuat dan sehat.

Singkat cerita, Bhanu membujuk Mimi untuk menjadi ibu pengganti dengan alasan harga tinggi yang akan dibayarkan akan membantu mewujudkan mimpi Mimi menjadi aktor Bollywood. Setelah dipertemukan dengan John dan Summer, kedua belah pihak berhasil menyepakati perjanjian yang mana akan membayar Mimi secara bertahap.

Proses pembuahan John dan Summer berhasil membentuk embrio di dalam rahim Mimi. Mimi yang positif hamil sebagai ibu pengganti pun terpaksa berbohong kepada orang tuanya dengan alasan akan melakukan syuting sebuah film selama 9 bulan. Faktanya, Mimi mengungsi di kediaman sahabatnya, Shama (Sai Tamhankar)selama menjalani proses kehamilan.

Kehamilan Mimi kian membesar, ia pun harus menjalani tes untuk memastikan anak yang dikandungnya. Sayangnya, hasil tes menunjukkan jika janin di dalam rahimnya mengidap down syndrome. Hal ini yang menjadi awal mula konflik antara pasangan Summer dan John dengan Mimi.

Merasa kecewa dan tak terima, Summer dan John memilih untuk tidak melanjutkan kesepakatan surogasi dan kembali ke Amerika Serikat, meninggalkan Mimi begitu saja dalam keadaan hamil besar. Berkat dukungan sahabat dan keluarganya, Mimi melahirkan anak tampan dan berkulit putih persis John dan Summer, yang diberi nama Raj (Jacob Smith). Berbeda dengan hasil tes yang menyatakan down syndrome, Raj lahir dalam kondisi normal.

Mimi pun berhasil membesarkan anaknya seorang diri dengan dukungan keluarga dan sahabatnya. Sampai suatu ketika, John dan Summer kembali ke India untuk melihat Raj dan berkeinginan untuk membawa pulang anaknya ke Amerika Serikat. Namun, kemarahan Mimi melarang Summer dan John untuk mengambil Raj. Ikatan batin antara Mimi dan Raj begitu kuat layaknya ibu kandung.

Hingga akhirnya, Summer dan John memilih untuk mengadopsi seorang anak perempuan dari panti asuhan yang ada di India, sementara Raj tetap hidup bersama Mimi.

Film Mimi seolah mengingatkan kembali mengenai kejadian pada 2013 silam. Di mana prosedur surogasi di India sendiri sempat mencuri perhatian dunia akibat kontroversi pro dan kontranya. 

Berbeda dengan India dan Amerika Serikat, di Indonesia prosedur surogasi merupakan praktik ilegal.

Hukum Surogasi di Indonesia

Meski belum ada hukum pasti yang mengatur tentang praktik surogasi, terdapat beberapa undang-undang yang bertentangan dengan surogasi:

UU Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang ini berisi mengenai aturan reproduksi yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”.

Hal ini tentu bertentangan dengan praktik surogasi, di mana proses pembuahan embrio dilakukan di rahim ibu pengganti, bukan di rahim pemilik ovum.

UU Kesehatan

Aturan berikutnya tertuang di dalam pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

  • Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
  • Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
  • Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Berdasarkan hukum yang tertuang dalam dua undang-undang tersebut, yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah prosedur bayi tabung (IVF) dan inseminasi buatan (IUI). Metode ini merupakan penggabungan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang sah, yang ditanamkan dalam rahim istri di mana ovum berasal.

Bayi Tabung (In Vitro Fertilization)

Metode bayi tabung merupakan prosedur penggabungan sel telur dan sperma yang disatukan pada sebuah wadah yang memiliki media tanam di laboratorium khusus. Media tanam ini akan diberi nutrisi membantu pembuahan dan pengembangan embrio.

Proses pembuahan akan diobservasi selama 3-5 hari di laboratorium. Setelah, itu, embrio akan dipindahkan ke dalam rahim wanita. Berbeda dengan surogasi, embrio yang telah matang pada bayi tabung dimasukkan kembali ke rahim pemilik ovum berasal bukan ibu pengganti.

Prosedur bayi tabung biasanya disarankan bagi wanita yang memiliki masalah kesuburan atau infertilitas, seperti:

  • Kerusakan atau penyumbatan tuba falopi;
  • Gangguan ovulasi;
  • Endometriosis;
  • Fibroid rahim;
  • Sterilisasi atau pengangaktan tuba sebelumnya;
  • Gangguan produksi atau fungsi sperma;
  • Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan; dan
  • Sebuah kelainan genetik.

Inseminasi (Intrauterine Insemination)

Inseminasi atau IUI merupakan perawatan kesuburan yang membantu pembuahan dengan menempatkan sperma di dalam rahim. IUI atau inseminasi dalam rahim meningkatkan jumlah sperma yang mencapai tuba falopi sehingga meningkatkan kemungkinan pembuahan dan kehamilan.

Pada prosedur inseminasi akan diberikan hormon stimulasi dosis rendah untuk meningkatkan pematangan folikel. Ketika folikel siap berovulasi, sel sperma dicuci dan dipersiapkan di laboratorium andrologi untuk ditransfer ke rahim.

Prosedur inseminasi biasanya dilakukan oleh pasangan yang memiliki masalah infertilitas, seperti:

  • infertilitas yang tidak dapat dijelaskan
  • endometriosis ringan
  • masalah dengan serviks atau lendir serviks
  • jumlah sperma rendah
  • penurunan motilitas sperma
  • masalah dengan ejakulasi atau ereksi

Namun tingkat keberhasilan prosedur inseminasi (IUI) tidak efektif jika pasangan memiliki beberapa gejala seperti:

  • wanita dengan endometriosis sedang hingga berat
  • wanita yang kedua tuba falopinya diangkat atau kedua tuba falopinya tersumbat
  • wanita dengan penyakit tuba falopi yang parah
  • wanita yang pernah mengalami infeksi panggul multipel
  • pria yang tidak menghasilkan sperma
cheer

Jadwalkan Konsultasi

Jika Anda belum juga hamil setelah berupaya selama dua belas bulan atau lebih (atau enam bulan jika usia perempuan di atas 35 tahun), kami menyarankan Anda untuk melakukan penilaian kesuburan dengan spesialis fertilitas kami.

Jadwalkan konsultasi dengan menghubungi kami di (021) 50200800 atau dengan mengisi formulir melalui tombol dibawah.

  1. Artificial insemination (intrauterine insemination, IUI). (2017). URL: uwhealth.org/infertility/intrauterine-insemination-iui/26136
  2. Diana E. Chavkin, Thomas A. Molinaro, Andrea H. Roe, Mary D. Sammel, Dr Anuja Dokras. Donor Sperm Insemination Cycles: Are Two Inseminations Better Than One?. 02 January 2013.
  3. Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. Aspek Hukum tentang Surrogate Mother (Ibu Pengganti).
  4. Surrogacy in India.
  5. 9 THINGS YOU NEED TO DO BEFORE STARTING IVF. LAIVF Clinic – 08.13.2020 | Fertility Diet, In Vitro Fertilization, IVF General Information, IVF Self Care Tips.
  6. Intrauterine Insemination (IUI). [Fact sheet]. (2016). reproductivefacts.org/news-and-publications/patient-fact-sheets-and-booklets/documents/fact-sheets-and-info-booklets/intrauterine-insemination-iui/
  7. Nayana Hitesh Patel, Yuvraj Digvijaysingh Jadeja, Harsha Karsan Bhadarka, Molina Niket Patel, Niket Hitesh Patel, and Nilofar Rahematkhan Sodagar. Insight into Different Aspects of Surrogacy Practices.
  8. Ombelet and J. Van Robays. Artificial insemination history: hurdles and milestones.
  9. India bans gay foreign couples from surrogacy. Daily Telegraph. 18 January 2013. ISSN 0307-1235. Archived from the original on 27 March 2019. Retrieved 27 March 2019.
  10. Timms, Olinda (5 March 2018). Ghoshal, Rakhi (ed.). “Ending commercial surrogacy in India: significance of the Surrogacy (Regulation) Bill, 2016”. Indian Journal of Medical Ethics. 3 (2): 99–102. doi:10.20529/IJME.2018.019. PMID 29550749
  11. “The Surrogacy Regulation Bill (No. 257), 2016”. PRS Legislative Research. 20 September 2019. Archived from the original on 20 April 2019. Retrieved 20 September 2019.
  12.  “Lok Sabha passes Surrogacy Bill”. The Hindu Business Online. 19 December 2018. Archived from the original on 16 February 2021. Retrieved 20 September 2019.
Avatar photo
Share:

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

doctors
Buat Janji